UU Minerba Segera Diubah, Berikut Isi Kesepakatan Pemerintah dan DPR
JAKARTA, iNews.id - Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) tuntas dibahas pada Senin (11/5/2020). Pembahasan tersebut pada tahap pembicaraan tingkat I dan pengambilan keputusan oleh Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan secara rinci daftar inventarisasi masalah (DIM) yang telah dibahas dan disepakati. Dengan itu dilakukan perubahan 143 dari 217 Pasal pada UU No 4 Tahun 2009.
“Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba dari Pemerintah membahas DIM bersama Panja dari DPR, kita telah menyepakati pasal-pasal yang dilakukan perubahan,” ujar Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (11/5/2020).
Pembahasan tersebut mulai tanggal 18 Februari-11 Maret 2020 yang telah mencapai banyak kesepakatan. Pertama, penyelesaian permasalahan antar sektor, melalui demarkasi kewenangan perizinan pengolahan dan pemurnian antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Perindustrian. Kemudian adanya jaminan pemanfaatan ruang pada wilayah yang telah diberikan kepada pemegang izin.
Kedua, konsepsi wilayah hukum pertambangan dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Ketiga, penguatan kebijakan peningkatan nilai tambah, melalui pemberian insentif jangka waktu perizinan bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian.
Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba, dengan penugasan penyelidikan dan penelitian serta pengenaan kewajiban penyediaan Dana Ketahanan Cadangan kepada pelaku usaha.
Kelima, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan, dengan menghadirkan perizinan baru yakni Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB). Keenam, reklamasi dan pasca tambang melalui pengaturan sanksi pidana jika pemegang izin tidak melakukanya.
Keenam, jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi, dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian logam. Atau kegiatan pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batu bara diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan diberikan perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan.
Ketujuh, mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi dengan penetapan wilayah pertambangan dilakukan setelah ditentukan oleh Pemda Provinsi, serta penghapusan besaran luas minimum pada WIUP Eksplorasi.
Kedelapan, status mineral dan batubara dengan keadaan tertentu. Kesembilan, penguatan peran BUMN. Kesepuluh, kelanjutan Operasi Kontrak Karya (KK)/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUPK sebagai untuk peningkatan penerimaan negara.
Selanjutnya, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang semula 25 hektare menjadi 100 hektare serta menambahkan jenis pendapatan daerah berupa iuran pertambangan rakyat. Terakhir, tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional, sebagai pedoman pengelolaan mineral dan batubara secara berkelanjutan.
Editor: Ranto Rajagukguk