Ngeri! Noorsy Beber Kedaulatan Negara Digadaikan Ke Asing di Kasus Whoosh dan PLTS
JAKARTA, iNews.id - Ekonom politik Ichsanuddin Noorsy menilai pihak yang paling diuntungkan dari proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) adalah China. Ia berpendapat sejak mula proyek ini tidak berjalan dengan pola murni bisnis ke bisnis (B2B) maupun bisnis ke pemerintah (B2G), sehingga menimbulkan problem tata kelola. Ia juga menilai terdapat penyimpangan prosedur dalam penugasan kepada badan usaha milik negara.
“Yang statusnya sebenarnya B2B tapi kemudian terkena beban negara karena BUMN ditugaskan. Artinya secara prosedur hal dia menjadi tidak tampak tegas apakah memang konstruksinya B2B atau B2G itu kalimat penting di situ,” kata Ichsanuddin dalam program Rakyat Bersuara bertajuk Ada Korupsi Triliunan di Kereta Cepat? yang tayang di iNews, Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, pemindahan studi kelayakan dari Jepang ke China menimbulkan tanda tanya besar dan menunjukkan potensi masalah dalam alur informasi. Ia menilai terdapat asimetri informasi yang patut diusut.
“Kemudian ini kok tiba-tiba bergeser. Ini ada informasi asimetri, nah informasi asimetri dari Jepang bocor ke China. Siapa yang mau bocorin? Siapa yang memimpin negosiasi begitu dan itu masih ditelusuri lebih dalam,” tutur dia.
Lebih jauh, Ichsanuddin menyebut proyek Whoosh sebagai pintu masuk dominasi China di Indonesia melalui empat aspek utama: permodalan, teknologi, material, serta tenaga kerja yang banyak didatangkan dari China.
“Nah begitu masuk ke dalam, menarik di sini ada tiga kata kuncinya begitu masuk dalam kajian saya, maka sesungguhnya China, pemerintah China itu sudah melakukan invasi modal, invasi teknologi, invasi material, karena semuanya dari China, yang paling menarik invasi tenaga kerja. Ini pada kasus Whoosh,” kata dia.
“Makanya tadi bergeser nih FS (Feasibility Study) ke China, oke disetujui. Maka pada saat disetujui, itu ada invasi, ada invasi modal, ada invasi teknologi, ada invasi material dan yang menarik paling menarik invasi tenaga kerja,” imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut memunculkan pertanyaan mendasar mengenai pihak yang mendapatkan keuntungan terbesar dari proyek ini.
“Ketika terjadi invasi dari situ maka muncul pertanyaan kalau begitu sesungguhnya dibalik proyek pembuangan kereta api ini siapa yang sesungguhnya memperoleh benefit,” tutur dia.
“Saya enggak bicara dulu profit, saya enggak bicara dulu profit, siapa yang sesungguhnya memperoleh benefit atas proyek ini? Udah tahu kan China,” pungkasnya.
Editor: Komaruddin Bagja