JAKARTA, iNews.id - Menteri Ketenegakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengungkapkan ada 4 tantangan dalam upaya menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Tantangan tersebut harus disikapi dengan menciptakan lapangan kerja yang inklusif.
Adapun tantangan pertama adalah pengangguran di Indonesia sebagian hopeless of job atau pengangguran yang merasa tak mungkin memperoleh pekerjaan. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan.
Dari total 8,4 juta orang pengangguran, sebanyak 2,8 juta atau 33,45 persen mengalami hopeless of job. Dari 2,8 juta orang pengangguran yang mengalami situasi hopeless of job tersebut, sekitar 76,90 persen berpendidikan rendah (lulusan SMP ke bawah).
"Jadi karena tingkat pendidikan rendah, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka," kata Ida Fauziyah, dalam keterangannya, dikutip Rabu (18/1/2023).
Tantangan kedua, lanjut Menaker, adalah tekanan untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor formal. Sedangkan tantangan ketiga, adanya nilai budaya kerja baru.
"Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment," ujar Ida Fauziyah.
Sementara tantangan keempat, risiko mismatched (ketidaksesuaian antara supply and demand) akibat digitalisasi. "Digitalisasi mendorong perubahan permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu dan tempat bekerja yang semakin fleksibel," ungkap Ida Fauziyah.
Menaker Ida menuturkan, kunci untuk mengatasi pengangguran di pasar kerja, yakni menciptakan pasar tenaga kerja yang inklusif. Masuknya investasi diharapkan bisa membuka lapangan kerja yang lebih luas.
"Kemenaker telah membuat kebijakan Active Labour Market Policy (AMLP) untuk menciptakan pasar kerja yang inklusif dan penurunan pengangguran," kata Ida Fauziyah.
Editor: Jeanny Aipassa