JAKARTA, iNews.id - Pemerintah berencana menaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN sebesar 12-15 persen pada 2022. Sejumlah kalangan menilai kenaikan ini dapat berdampak kurang bagus untuk ekonomi.
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, kenaikan tarif PPN bisa memicu kenaikan harga barang. Imbasnya hal ini memukul daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Di sektor ritel, kata dia, turunnya daya beli masyarakat bisa menyebabkan merosotnya omzet. Bahkan, potensi gulung tikar bisa saja terjadi. Padahal sektor ritel juga berkaitan dengan sektor lain seperti logistik, pertanian, hingga industri manufaktur.
Bhima mengaku tidak setuju tarif PPN dinaikkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Menurutnya, masih banyak opsi lain untuk menaikkan penerimaan negara, salah satunya lewat evaluasi belanja pajak khususnya yang diberikan ke korporasi, hingga pajak lebih besar terhadap harta kekayaan kelompok 20 persen pengeluaran paling atas.
Editor: Zen Teguh