JAKARTA, iNews.id - Indonesian Gastronomy Community (IGC) pada Sabtu 9 Maret menyelenggarakan Gastronomy Talks di Unika Atma Jaya, Jakarta dengan mengundang para narasumber adalah dari pemerintah, akademisi dan praktisi yang terdiri dari Odo Manuhutu Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dari Kemenko Maritim dan Investasi (diwakili Liz Zeny Merry, Plt. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif/ Analis Kebijakan Ahli Madya); Ani Nigeriawati, Direktur Komunikasi Publik dari Kementerian Luar Negeri; Teuku Rezasyah, Ph.D Dosen Senior dari Universitas Padjajaran, dan Chef Ivan Mangundap untuk membahas Strategi Diplomasi Gastronomi Indonesia sejak munculnya program Indonesia Spice Up the World hingga pelaksanaan Gala Dinner KTT ASEAN dan G20.
Semenjak diluncurkannya Narasi Tunggal Indonesia Spice Up the World (ISUTW) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi pada tahun 2022, kini Indonesia memiliki gagasan yang serupa dalam mempromosikan makanan, minuman, rempah-rempah dan produk-produk kemasan siap konsumsi ke luar negeri. Ria Musiawan, Ketua Umum IGC menyampaikan, “Salah satu upaya dalam mempersatukan sebuah ide yang diformulasikan dalam bentuk kebijakan sebagai pedoman untuk berinteraksi adalah melalui jalur diplomasi, yaitu gastrodiplomasi dengan mempromosikan produk makanan dan minuman Indonesia”. Lanjutnya,” Peran IGC dalam melestarikan dan menyebarkan informasi, tidak hanya di dalam negeri, namun juga manca negara terutama dalam mendukung pemerintah.”
Gastronomy Talks saat ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang signifikansi mempromosikan gastrodiplomasi Indonesia di panggung dunia, serta, memberikan edukasi pada publik maupun peserta seminar tentang arah kebijakan, strategi dan implementasinya. Selain itu, kegiatan ini juga memiliki objektif untuk melestarikan makanan dan minuman beserta budayanya sebagai pembentuk citra identitas bangsa sekaligus sebagai katalisator perekat persatuan Indonesia.
Odo Manuhutu -- melalui Liz Zeny Merry -- berpendapat bahwa sebagai program diplomasi gastronomi, Indonesia Spice Up the World (IUSTW) mengutamakan pada tiga pendekatan utama yaitu (1) pengembangan restoran existing melalui perluasan pasar dan lisensi, dan pengembangan konseptual restoran sebagai contoh restoran di luar negeri; (2) Pengembangan Produk Ready to Eat (sate, rendang, soto, gado-gado,dan nasi goreng) dan peningkatan produk premium/ bumbu lainnya untuk di-showcase di resto/retail melalui proses kurasi; dan (3) Pengembangan manajemen rantai pasok dengan embangun jejaring produsen - trader - buyer oleh IAS (Integrasi Aviasi Solusi)- BUMN bersama komunitas/ GAPMMI; dan penguatan logistik, distribusi, stockist, pemasaran, R&D
Sedangkan Ani Nigeriawati menyampaikan bahwa penyelenggaraan Gala Dinner dalam KTT ASEAN dan G20 dalam menyokong kepentingan nasional Indonesia. Soft diplomacy yang terjadi saat perundingan dapat meringankan suasana tegang, dan mencair karena makanan. “ kata Nigeriawati.
“Selain itu Tren lifestyle luar negeri dan peningkatan demand yang mengarah pada keunggulan karakter kuliner Indonesia.” lanjut Nigeriawati.
Di lain pihak, berdasarkan pengalaman mengamati kegiatan gastrodiplomasi, Teuku Rezasyah berpendapat bahwa strategi Gastro Diplomacy Indonesia harus menentukan indikator yang tepat untuk fokus pada upaya menarik konsumen, dan perlu memasukkan nilai-nilai tertentu seperti besar, beragam, demokratis, persatuan, moderat, bersahabat, higienis, sehat, bergizi, musikal, halal, dan dapat disesuaikan dengan khalayak sasaran. Bahkan Chef Ivan Mangundap juga melihat bahwa tantangan saat ini adalah bagaimana membuat makanan Indonesia disukai oleh berbeda selera.
”Sebagai contoh, adalah melihat situasi dan menerapkan yang tepat, yaitu misalnya asal-usul negara”
Editor: Yudistiro Pranoto