DEPOK, iNews.id - Bulan Maret dikenal dengan istilah Women’s March, bulannya perempuan untuk saling support dan kolaborasi karena bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women Day (IWD). Momen ini didedikasikan secara global untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, dan politik perempuan serta mendorong kesetaraan gender.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pegiat wastra, penari, seniman lukis, musisi untuk mengampanyekan pentingnya “kolaborasi” bagi perempuan sebagaimana filosofi batik. “Perempuan, batik dan tari, itu ibarat syair kitab kehidupan yang melekat di perempuan Indonesia,” kata Nury Sybli, Pegiat Wastra Nusantara.
Nury mengatakan, melalui tarian, orang menyampaikan harapan, do’a perlindungan sekaligus penghiburan. Demikian juga pada batik, motif-motif yang dilukiskan pada kain itu tak semata membentuk pola atau imajinasi semata, tetapi juga tuntutan hidup, pengingat serta do’a bagi si pemakainya.  
“Batik, bukan hanya merawat kehidupan manusia dari sejak bayi, tetapi juga memberi rasa aman, membawa do’a, ketenangan jiwa, pemulihan hingga menjadi alat perdamaian. Seperti pada batik khas Jogja motif grompol misalnya, orag tua kita menitipkan pesan agar para perempuan bisa bersatu, hidup rukun dan berkolaborasi agar bisa menjaga kedaulatan si pemakainya bahkan bangsanya,” papar Nury. 
Hal senada dikatakan Emma Wuryandari, salah satu pendiri Baik Batik yang juga guru tari sanggar Huma Rhumil, menurutnya, bergiat dalam seni itu tidak perlu sekat, tidak perlu dikotak-kotakan. “Jadi mari bersinergi, berkolaborasi dalam semangat mencintai budaya, mencintai seni dan mencintai Indonesia,” tegasnya.
                                    Editor: Yudistiro Pranoto