2 Penembakan Massal Guncang AS, Trump: Tak Ada Tempat untuk Kebencian di AS!
WASHINGTON, iNews.id - Presiden Donald Trump mengatakan kebencian tidak memiliki tempat di Amerika Serikat (AS), setelah dua penembakan massal menewaskan 29 orang di negara itu.
Sebanyak 20 orang ditembak mati saat berbelanja di Walmart yang ramai di El Paso, Texas, pada Sabtu (3/8) pagi, dan sembilan lainnya di luar bar di distrik klub malam yang populer di Dayton, Ohio, hanya 13 jam kemudian.
"Benci tidak punya tempat di negara kita," kata Trump, seperti dilaporkan AFP, Senin (5/8/2019).
Dia menyebut sakit mental menjadi penyebab pembantaian itu.
"Ini juga merupakan masalah penyakit mental jika Anda melihat kedua kasus itu," ujar presiden AS itu.
"Mereka benar-benar orang sakit mental yang sangat, sangat serius," katanya, kendati belum ada laporan polisi yang mengonfirmasi hal ini.
"Kita harus menghentikannya. Ini telah berlangsung bertahun-tahun, dan bertahun-tahun di negara kita," tandas Trump.
Di Texas, 26 orang terluka, dan di Ohio, 27 orang dilaporkan terluka. Di Ohio, penembak tewas dalam waktu sekitar 30 detik oleh polisi yang berpatroli di dekat situ; mencegah jatuhnya korban jiwa yang bisa berkali-kali lipat.
Kepala Kepolisian Dayton Richard Biehl mengatakan pria bersenjata yang ditembak mengenakan topeng dan rompi anti-peluru dan membawa senapan serbu yang dilengkapi dengan magazines 100-putaran.
"Anda bisa melihat mayat-mayat itu benar-benar mulai jatuh dan kami tahu itu lebih besar dari sekadar baku tembak," ujar Anthony Reynolds, yang berada di luar bar Dayton ketika penembakan dimulai, kepada NBC News.
Polisi menyebut pria bersenjata itu pria kulit putih berusia 24 tahun bernama Connor Betts dan mengatakan bahwa saudara perempuannya termasuk di antara yang tewas. Mereka pergi berdua ke lokasi pembantaian.
Enam dari sembilan orang yang ditembak mati berkulit hitam, namun Biehl menyebut motif pria bersenjata itu masih belum jelas.
Di Texas, polisi mengatakan tersangka menyerah dan berdiri di trotoar dekat lokasi penembakan. Dia dilaporkan sebagai seorang pria kulit putih berusia 21 tahun bernama Patrick Crusius.
Dia diduga telah memposting manifesto online yang mengecam "invasi Hispanik" dari Texas. El Paso, di perbatasan dengan Meksiko, adalah mayoritas warga Latin.
Enam dari 20 orang yang tewas dalam penembakan di El Paso adalah orang Meksiko.
Ini merupakan penembakan massal ke-250 dan ke-251 di AS, menurut Gun Violence Archive.
Dua penembakan terakhir mengakhiri akhir pekan yang sangat tragis di Amerika: tiga orang tewas dalam penembakan di sebuah festival kiliner pada Minggu lalu di California, dan diikuri dua insiden ini.
Editor: Nathania Riris Michico