AS Diminta Desak China Tutup Kamp Penahanan Muslim Uighur di Xinjiang
JENEWA, iNews.id - Kelompok etnis Uighur di pengasingan menulis surat kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken. Mereka meminta Blinken agar AS mendesak China menutup kamp-kamp penahanan di Xinjiang.
Surat itu diserahkan menjelang pertemuan antara Blinken serta Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan dengan pejabat China Yang Jiechi dan Wang Yi di Alaska, AS. Ini merupakan pertemuan tatap muka pekjabat tinggi kedua negara pertama sejak Joe Biden dilantik sebagai presiden.
Blinken sebelumnya menuduh China melakukan pemaksaan dan agresi di dalam dan di sekitar wilayah Xinjiang.
Presiden Kongres Uighur Dunia Dolkun Isa, dalam suratnya kepada Blinken, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (18/3/2021), mengatakan, "Pertama dan utama, sangat penting bahwa China harus segera dan tanpa syarat mengakhiri genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung di Turkestan Timur. Ini termasuk bahwa China harus menutup semua kamp interniran dan membebaskan semua yang ditahan secara sewenang-wenang tanpa syarat."
Turkestan Timur merupakan sebutan lain Xinjiang. Mereka juga menggunakan ejaan berbeda untuk menyebut Uighur.
Isa menambahkan China juga harus mengakhiri praktik kerja paksa di Xinjiang dan wilayah lain serta mengizinkan pengawas PBB melakukan penyelidikan.
Aktivis dan pakar PBB mengatakan, lebih dari 1 juta muslim Uighur dari etnis lainnya ditahan di kamp-kamp wilayah barat Xinjiang yang terpencil.
China membantah tuduhan AS soal genosida terhadap etnis dan agama minoritas dan mengatakan kamp tersebut memberikan pelatihan kejuruan untuk membasmi ekstremisme dan separatisme Islam.
Duta Besar China untuk PBB di Jenewa, Swiss, Chen Xu, mengatakan kepada Dewan HAM PBB, Xinjiang dan Tibet mengalami kemakmuran dan stabilitas.
Semua yang ditahan di kompleks penjara sudah dinyatakan lulus dan pulang. Namun China membatasi akses sehingga pernyataan itu tidak mungkin diverifikasi secara independen.
"Tidak ada yang lebih absurd untuk menyematkan label 'genosida' pada China, upaya ini tidak akan berhasil," ujarnya.
Sementara itu negara-negara anggot Uni Eropa pada prinsipnya setuju memasukkan pejabat China ke daftar hitam pelanggaran HAM.
Editor: Anton Suhartono