Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Amerika Tetap Kirim Delegasi ke KTT G20 Afrika Selatan, tapi...
Advertisement . Scroll to see content

Asal Usul Pengemis di Dunia, Sudah Menjamur sejak Masa Romawi Kuno

Senin, 06 Februari 2023 - 16:34:00 WIB
Asal Usul Pengemis di Dunia, Sudah Menjamur sejak Masa Romawi Kuno
Asal usul pengemis di dunia tak bisa dilepaskan dari kemiskinan (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Asal usul pengemis di dunia tak bisa dilepaskan dari kondisi kemiskinan di banyak negara, bahkan negara maju sekalipun. Mengutip dari laman KBBI, pengemis berarti orang yang meminta-minta. Sementara, kata mengemis, memiliki arti meminta-minta sedekah dengan merendah dan penuh harapan.  Keberadaan pengemis tidaklah instan, melainkan melalui proses sejak ratusan tahun lalu.

Dikutip dari Smithsonian Magazine, pengemis mulai menyebar ke seluruh kota AS dan Inggris sekitar abad ke-18 hingga 19. Penulis Jack London kala itu mengobservasi lebih dekat tentang penyebaran pengemis, yang dilihat sebagai sebuah kesengsaraan sosial. Sedangkan penulis lainnya, KK Bentwick, menyebut para pengemis tanpa malu memaksa orang-orang di sekitar mereka untuk mengasihani hingga menjalin pertemanan dengan pengemis. 

Pada masa itu, jumlah pengemis diperkirakan mencapai 60.000 orang, sebagian besar dari mereka juga sebagai pencuri.

Pada 1847, surat kabar Inggris, Lady’s Newspaper, bahkan mengeklaim jumlah pengemis pada masa itu melebihi angka 60.000 orang. Pada abad ke-18, pengemis dan gelandangan di London dapat terkena hukuman cambuk, penjara, hingga kerja paksa. Mirisnya, pengemis tersebut juga ada yang merupakan perempuan dan anak-anak. Mengemis adalah cara yang dilakukan sebagian masyarakat untuk bertahan hidup.

Keberadaan pengemis juga terdeteksi sejak era Romawi Kuno, tepatnya pada masa awal masehi. Wondrium Daily menyebut, pengemis pada masa itu berasal dari masyarakat miskin. Sebab, pada abad ke-1 dan ke-2, persentase warga miskin cukup banyak di negara itu. 

Umumnya, orang miskin di Romawi Kuno tidak memiliki keterampilan khusus, sehingga mereka bekerja secara serabutan atau melakukan pekerjaan kasar. Namun, saat mereka tidak mampu bekerja atau tidak mendapatkan pekerjaan, mengemis adalah jalan terakhir yang mereka lakukan.

Pengemis saat itu tersebar di wilayah perkotaan dan perdesaan Romawi Kuno dengan jumlah hingga puluhan ribu. Biasanya, para budak yang bekerja untuk masyarakat kaya raya memberikan sedikit penghasilan kepada pengemis. Pemberian tersebut bisa saja dilakukan atas inisiatif budak itu sendiri, maupun atas perintah tuannya.

Pengemis profesional juga terdeteksi di Romawi Kuno. Mereka yang masuk dalam kategori pengemis profesional adalah para pendeta yang mengandalkan sedekah dari masyarakat untuk bertahan hidup. Selain itu, ada pula filsuf Cynic yang berasal dari kaum Cynic. Mereka menolak semua barang duniawi dan mengemis secara agresif hingga cenderung memaksa orang-orang. Mereka juga menyebarkan filosofi kemiskinan, sehingga membuat masyarakat bersedekah.

Hingga detik ini, pengemis terus menyebar dan ada di hampir seluruh negara di dunia. Salah satunya Amerika Serikat. Di negara ini, pengemis disebut juga sebagai homeless atau orang tidak memiliki tempat tinggal atau tunawisma. 

Melansir data Statista, jumlah tunawisma di negara ini mencapai 326.126 orang pada 2021. Angka ini jauh berkurang dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 580.466 orang. 

Pemerintah AS kesulitan dalam menghitung jumlah tunawisma di negaranya. Adapun kota yang paling banyak tunawisma di AS adalah New York.

Beralih pada pengemis anak yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu, kini semakin banyak pihak yang memanfaatkan anak untuk mengharap belas kasih orang. Padahal, kegiatan ini masuk dalam kategori eksploitasi anak. Mereka yang dipaksa mengemis berusia di bawah 18 tahun yang seharusnya mendapat kehidupan layak dan bahagia. 

Melansir laman New Straits Times, keberadaan pengemis anak adalah hal lumrah di berbagai kota-kota besar di dunia.

Ternyata, pengemis anak tidak hanya dipaksa oleh orang tua. Namun, mereka juga bisa diperdagangkan oleh jaringan informal atau geng-geng kriminal lainnya. Anak yang dipaksa mengemis pihak lain, biasanya hidup terpisah dari orang tua atau keluarga dekat. Tentunya, anak yang dipaksa mengemis akan terancam bahaya. Salah satunya adalah rentan terkena penyakit lantaran minimnya (atau bahkan tidak ada) akses terhadap fasilitas kesehatan. 

Apabila anak mengalami luka atau cedera, kondisinya bisa saja jauh lebih parah. Ancaman lainnya adalah, kekerasan yang akan diterima pengemis anak, hingga penyalahgunaan obat terlarang.

Editor: Anton Suhartono

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut