Belanda Ungkap Keuntungan yang Diraup dari Negara-Negara Jajahan, Segini Nilainya
AMSTERDAM, iNews.id - Studi yang dilakukan atas inisiasi Pemerintah Belanda mengungkap keuntungan yang diperoleh negara itu selama masa penjajahan. Dalam presentasi kepada parlemen, Kamis (15/6/2023), tim merilis hasil studi bertajuk Negara dan Perbudakan yang menyebutkan, keuntungan yang diraih sebesar 3 juta gulden atau setara dengan 600 juta dolar AS (sekitar Rp9 triliun) nilai saat ini.
Keuntungan itu diperoleh dari perusahaan-perusahaan Belanda yang tersebar di wilayah jajahan selama periode tahun 1675 sampai 1770.
Studi ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji peran pemerintah Belanda serta lembaga terkait lainnya di masa perbudakan dan akibatnya.
Raja Willem-Alexander diperkirakan akan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas praktik perbukan masa penjajahan dalam pidato pada 1 Juli mendatang. Tanggal itu bertepatan dengan peringatan 150 tahun penghapusan perbudakan Belanda di wilayah-wilayah bekas jajahannya.
Para pakar berpendapat, puncak pencapaian ekonomi dan budaya Belanda dicapai melalui praktik kerja paksa yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.
Perdana Menteri Mark Rutte telah lebih dulu menyatakan permintaan maaf resmi pada Desember 2022 terkait keterlibatan negara dalam perdagangan budak selama 250 tahun. Dia mengakui praktik itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun para aktivis HAM menilai Rutte saja tidak cukup dalam memberikan permintaan maaf, melainkan raja.
Selain itu Belanda juga mempertimbangkan untuk mengembalikan karya seni yang dijarah semasa pernjajahan.
Wilayah yang pernah menjadi koloni Belanda termasuk Kepulauan Virgin, Brasil, Mauritania, Suriname, Ceylon, serta Indonesia. Namun sebagian besar wilayah Asia yang pernah dikelola oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda, direbut dari Portugis, yang sebelumnya sudah menjajah wilayah-wilayah tersebut.
Belanda membentuk tim panel penasihat nasional pada 2020 bertujuan mengungkap sejarah kolonialnya. Langkah ini diambil setelah kematian pria kulit hitam di Amerika Serikat, George Floyd, dalam penahanan polisi. Kematian Floyd memicu gelombang perlawanan terhadap rasisme di seluruh dunia.
Editor: Anton Suhartono