Berikut Kronologi Konflik Perbatasan antara Malaysia dan Singapura
JAKARTA, iNews.id - Hubungan Malaysia dan Singapua sedang memanas dalam sepekan terakhir. Awalnya, Singapura dianggap sewenang-wenang dengan menerapkan aturan baru bagi penerbangan di wilayah udara Malaysia yakni Bandara Seletar. Sebaliknya, Singapura menyebut kapal-kapal Malaysia melanggar wilayah perairannya.
Berikut perjalanan konflik mengenai kedaulatan kedua negara seperti dirangkum dari The Straits Times:
Pada Selasa (4/12/2018), Menteri Perhungan Malaysia Anthony Loke mengatakan Malaysia akan mengambil lagi pengelolaan wilayah udara di Johor Selatan, tugas yang sudah lama diserahkan ke Singapura.
Alasannya mereka keberatan dengan prosedur penerbangan baru yang diusulkan Singapura di Bandara Seletar. Ada perubahan jalur penerbangan bagi pilot yang mendarat Seletar dengan alasan pola yang lama akan menghambat pembangunan di sekitar kawasan industri Pasir Gudang.
Menteri Perhubungan Singapura Khaw Boon Wan menjelaskan wilayah udara yang didelegasikan ke manajemen Singapura berdasarkan perjanjian dengan negara-negara di kawasan, termasuk Malaysia, pada 1973.
Khaw melanjutkan, mengatakan prosedur penerbangan baru atau Instrument Landing System (ILS), pilot memungkinkan mendekati bandara dan landasan pacu dengan cara lebih aman dan tepat.
Beberapa jam setelah isu ini diungkap, Singapura menerbitkan pernyataan resmi berisi protes keras kepada Kuala Lumpur terkait masalah berbeda, yakni rencana Malaysia untuk memperpanjang batas pelabuhan Johor Baru.
Dia menyebutkan, pada 25 Oktober, Malaysia membuat keputusan yang akan memperpanjang batas pelabuhan Johor Baru ke perairan yang diklaim Singapura sebagai miliknya.
Pada 5 November, Singapura mengeluarkan Third Person Note (TPN) yang meminta Malaysia segera mengubah keputusannya demi menghormati kedaulatan wilayah perairan Singapura.
Pada 9 November, Khaw mengangkat masalah ini dengan Loke di acara pertemuan ASEAN yang membahas isu penerbangan.
Perdana Menteri Lee Hsien Loong juga membahas masalah ini dengan Perdana Menteri Mahathir Mohamad di KTT ASEAN bulan lalu. Keduanya memahami isu ini bisa memengaruhi hubungan bilateral.
Pada 11 November, Malaysia mengeluarkan port circular disusul pemberitahuan kepada Angkatan Laut pada 22 November yang memperingatkan kepada komunitas pelayaran soal batas pelabuhan Johor Baru yang sudah diperluas.
Singapura pun mengeluarkan TPN kedua pada 29 November untuk memprotes tindakan itu. Pada hari berikutnya Singapura menerbitkan surat edaran yang meminta para nakhoda dan pemilik kapal untuk mengabaikan pemberitahuan Malaysia tersebut.
Sejak itu, kapal-kapal pemerintah Malaysia terus-menerus melanggar perairan Singapura di lepas pantai Tuas.
Sehari sebelumnya, Malaysia mengeluarkan pernyataan media bahwa mereka memiliki hak untuk menarik batas pelabuhan di wilayahnya, sesuai hukum nasional.
Menurut Khaw, hingga Kamis (6/11/2018) ada 14 pelanggaran dilakukan kapal Malaysia dan menyebutnya sebagai provokasi terang-terangan dari Malaysia.
Malaysia juga menjawab TPN pertama Singapura pada 5 November, mengatakan batas pelabuhan Johor Baru yang diubah tidak mengganggu perairan Singapura. Selain itu kapal pemerintah Malaysia berpatroli di perairan teritorial Malaysia.
Sebagai balasan, Singapura memperluas batas pelabuhan secara tiba-tiba yakni mulai Kamis.
Pada Rabunya, Loke memperjelas bahwa perselisihan soal perairan Tuas karena reklamasi Singapura yang dilakukan beberapa tahun terakhir.
Menurut dia, sesuai dengan hukum internasional, laut teritorial Singapura tetap bisa berubah sekalipun reklamasi dilakukan hampir ke batas terluar teritorialnya.
Khaw membalas dengan mengungkap, Malaysia tidak berkonsultasi dengan Singapura saat menerbitkan sebuah peta batas maritim pada 1979. Singapura pun tidak pernah menerima klaim ini.
"Faktanya, pada 1979 tidak ada reklamasi di Tuas. Jadi, klaim teritorial sepihak Malaysia pada 1979 (yang tidak kami kenali) tidak memperhitungkan reklamasi oleh Singapura," kata Khaw.
Karena itulah, Khaw menganggap batas baru Pelabuhan Baru Johor sebenarnya sudah melampaui batas klaim teritorial Malaysia itu sendiri. Kapal-kapal Malaysia telah melewati batas dengan memasuki perairan Singapura.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menyerukan kedua pihak untuk berhenti mengirim kapal ke daerah yang disengketakan.
Singapura merespons dengan meminta kapal Malaysia untuk menghentikan pelanggaran atau provokasi terhadap kedaulatan Singapura lalu kembali ke status quo sebelum 25 Oktober.
Saifuddin mengusulkan kepada Singapura untuk membahas isu ini pada pertengahan Desember guna mencari solusi damai.
Singapura menyatakan siap membahas masalah ini dengan cara yang konstruktif dalam semangat tetap menjaga hubungan bilateral.
Editor: Anton Suhartono