Buaya Milik Adolf Hitler yang Mati di Usia 84 Tahun Diawetkan, Jadi Koleksi Museum Rusia
MOSKOW, iNews.id - Seekor buaya yang permah dimiliki pemimpin Nazi Adolf Hitler diawetkan setelah mati pada usia 84 tahun. Buaya bernama Saturnus itu akan dipajang di museum sejarah alam Kota Moskow, Rusia.
Saturnus ditemukan oleh tentara Inggris di Berlin setelah Perang Dunia II dan diserahkan ke Uni Soviet. Sejak 1946, Saturnus menjadi ikon Kebun Binatang Moskow hingga mati 8 bulan lalu.
Setelah mati, kulit hewan karnivora itu dikirim ke Museum Sejarah Alam Darwin, Moskow, untuk dipersiapkan oleh tim ahli pengawet satwa atau taksidermis. Reptil tersebut akan dipamerkan mulai Tahun Baru 2021 atau begitu pembatasan Covid-19 dilonggarkan.
"Ditampilkannya Saturnus secara permanen di pameran merupakan puncak dari hasil kerja keras ahli taksidermis kami selama 6 bulan. Tidak ada reptil di museum yang memiliki biografi begitu kaya. Kebun Binatang Moskow memercayakan kami untuk mengabadikan memori buaya Saturnus. Dia merupakan legenda kebun binatang dan telah menyaksikan banyak kejadian dalam hidupnya," bunyi pernyataan Museum Darwin, dikutip dari The Sun, Jumat (11/12/2020).
Pejabat museum Dmitry Miloserdov mengatakan, ini merupakan kelahiran kedua bagi Saturnus, fase di mana sang 'buaya Hitler' akan hidup abadi.
Selain menjadi peliharaan Hitler, Saturnus dilaporkan sempat dijadikan hewan atraksi Kebun Binatang Berlin di masa kekuasaan Nazi.
Dokter hewan Kebun Binatang Moskow, Dmitry Vasilyev, mengatakan, tidak ada keraguan Hitler mengagumi buaya tersebut.
Saturnus mati pada Mei 2020, tak lama setelah peringatan 75 tahun kekalahan Nazi. Meskipun tinggal lama di Jerman dan Rusia, Saturnus diketahui lahir di alam liar Mississippi, Amerika Serikat, pada 1936, sebelum dikirim ke Kebun Binatang Berlin.
Keberadaan Saturnus sempat menjadi misteri setelah Berlin dibom pasukan sekutu pada November 1943. Dia lalu ditemukan tentara Inggris 3 tahun kemudian. Rumor yang beredar, Saturnus selamat dari bom dan dirawat seorang pejabat Nazi.
Editor: Anton Suhartono