Cerita 3 WNI Jalani Ramadan di Negeri Orang
JAKARTA, iNews.id - Pengalaman warga negara Indonesia (WNI) melewatkan Ramadan di luar negeri diangkat Radio MNC Trijaya FM melalui program khusus 'Ramadhan 5 Benua'.
Program ini memberikan gambaran bagaimana diaspora Indonesia berpuasa di negeri orang.
Pada episode perdana, Senin (19/4/2021) pagi, tiga narasumber dari negara berbeda berbagi cerita, yakni Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia di Karakas Mayjen Imam Edy Mulyono, WNI content creator di Busan Reisha Prasasti, dan jurnalis Indonesia di Tokyo Andylala Waluyo.
Berikut rangkuman cerita mereka:
1. Karakas, Venezuela
Imam Edy Mulyono merupakan dubes RI untuk Venezuela yang baru tinggal 6 bulan di Karakas. Menurut Imam, situasi Karakas di tengah pandemi Covid-19 bersamaan dengan Ramadan sangat menarik, pasalnya kota itu memberlakukan lockdown cukup ketat.
“Di Venezuela ini cara lockdown-nya adalah tiap minggu berganti. Jadi seminggu disebut fleksibel, seminggu disebut radikal. Fleksibel artinya kegiatan bisa dilaksanakan dengan protokol kesehatan. Kemudian kalau radikal hampir total kegiatan itu lockdown,” ujarnya.
Menurut Dubes Imam, yang dirindukan dari Ramadan di Indonesia adalah Salat Tarawih dan Salat Subuh setelah berbuka dan sahur. Karena pembatasan sosial sangat ketat, hampir seluruh kegiatan kerumunan dilarang. Namun, setiap pekan KBRI Karakas mengundang WNI untuk menghadiri buka puasa bersama, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
2. Busan, Korea Selatan
Reisha Prasasti merupakan ibu rumah tangga sekaligus content creator yang baru tinggal di Busan sekitar 7 bulan. Menurut Reisha, waktu puasa di Korea Selatan berlangsung sekitar 15 jam.
“Secara umum di sini karena bukan negara muslim, jadi seperti biasa saja (suasananya), orang-orang beraktivitas. Mungkin untuk saya muslim yang minoritas itu, karena restoran buka, street food buka, kalau lewat lumayan wangi,” ujar Reisha.
Menurut Reisha, suasana yang berbeda di Busan adalah sulitnya mencari takjil dan tidak ada azan seperti di Indonesia. Pasalnya masjid terdekat berjarak sekitar 20 menit perjalanan dari tempat tinggalnya. Selain itu, sulit mencari makanan halal di kawasan Busan.
3. Tokyo, Jepang
Andylala merupakan Jurnalis Indonesia yang sudah tinggal 3 tahun di Tokyo. Menurut Andy, saat pandemi tahun lalu, seluruh kegiatan di masjid dinonaktifkan. Baru tahun ini masjid dibuka kembali dengan pembatasan sosial sangat ketat.
“Kebetulan rumah saya itu tidak jauh dari masjid. Jadi namanya adalah Masjid Indonesia Tokyo. Masjid ini berada di satu kompleks dengan sekolah Indonesia yang dikelola KBRI Tokyo,” ujar Andylala.
Meskipun terhalang pembatasan sosial cukup ketat, Andy menuturkan di daerah tempat tinggalnya umat Islam masih bisa saling berbagai makanan untuk berbuka puasa maupun sahur.
Soal suasana Ramadan di Tokyo, lanjut dia, perbedaannya saat kentara. Suasana di Indonesia menjelang buka puasa ramai.
Editor: Anton Suhartono