China Bangun 30 Kota Spons untuk Cegah Banjir
BEIJING, iNews.id – Seperti banyak negara di dunia, China juga dihadapkan pada ancaman banjir di tengah perubahan iklim dan pemanasan global yang terus berlangsung. Beijing pun berpikir keras untuk mencegah agar bencana itu tak terus memburuk tiap tahun.
Salah satu strategi yang coba diterapkan adalah menerapkan konsep kota spons (sponge city) di 30 kota seperti Shanghai, Wuhan, dan Xiamen. Proyek besar itu diluncurkan pada 2015 silam. Pada 2020 mendatang, China berharap 80% wilayah urban akan menyerap dan menggunakan sedikitnya 70% air hujan.
China Daily melaporkan, sampai sekarang, kota-kota itu telah menerima anggaran lebih dari USD12 miliar (Rp162,8 triliun). Dana yang dikeluarkan pemerintah pusat sekitar 15-20%, sisanya berasal dari pemerintah lokal atau perusahaan swasta. Nanhui New City di Pudong, Shanghai, akan menjadi kota “spons” paling besar.
Dalam dua tahun terakhir, pemerintah kota menghabiskan USD119 juta untuk menanam tumbuh-tumbuhan di atap gedung, membangun tanah basah untuk gudang air hujan, dan mengkonstruksi jalan berpori yang dapat ditembus air (permeable). Shanghai menerapkan konsep itu dengan skala mencapai 4,3 juta kaki persegi.

Pada April, perusahaan utilitas Suez Environment mulai memasang sistem drainase baru sepanjang tujuh mil persegi di Chongqing. Otoritas terkait pemerintah lokal dapat mengawasi got dan gorong-gorong secara real time untuk memitigasi risiko banjir melalui sensor yang dipasang.
Bukan tanpa alasan China berjuang keras untuk mengantisipasi bencana. Pada 2010, peristiwa longsor akibat hujan deras dan banjir menewaskan sekitar 700 orang dan 300 lainnya hilang. Pada Juli silam, hujan deras yang disertai angin kencang juga menerjang selatan China hingga mengakibatkan banjir bandang. Sebanyak 56 orang tewas dan ratusan rumah luluh lantak.
Pada abad ke-20, musibah banjir sudah menjadi rutinitas tahunan. Seperti dilansir The Economist, jumlah kota yang dilanda banjir di China meningkat dua kali lipat sejak 2008. Pada 2013, lebih dari 200 kota digenangi air hujan. Hal ini dikarenakan pembangunan kota yang cepat tidak diimbangin dengan pembangunan drainase.
Pemerintah China membangun bendungan raksasa sehingga drainase semakin terlantar. “Kebanyakan drainase tidak mampu mengatasi curah hujan yang tinggi yang pasti terjadi di tahun tertentu. Artinya, drainase yang ada tidak akan memadai,” ujar Zhou Yuwen, Profesor Insinyur Sipil Universitas Teknologi Beijing pada 2015.
Sebagian besar proyek pembangunan di China kini tidak boleh keluar dari konsep “hijau”. Tanah basah menjadi suatu kewajiban. Taman Yanweizhou di Jinhua, China Timur, yang dibuka pada 2014 juga memiliki konsep antibanjir.
Dalam foto yang dipublikasikan Business Insider, Taman Yanweizhou tampak digenangi air ketika Jinhua mengalami hujan yang sangat deras, sedangkan kota di sekitarnya dapat terbebas dari genangan air. Dengan struktur yang terdiri dari tanah dan pepohonan, air tersebut akan terserap seiring dengan bergulirnya waktu.
Editor: Zen Teguh