Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pesawat Hercules Jatuh Tewaskan 20 Tentara, Turki Minta Publik Tak Berspekulasi
Advertisement . Scroll to see content

Dari Ataturk ke Erdogan, 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Turki Modern

Senin, 25 Juni 2018 - 14:44:00 WIB
Dari Ataturk ke Erdogan, 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Turki Modern
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berpidato di depan foto dirinya dan pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk. (Foto: AFP)
Advertisement . Scroll to see content

ANKARA, iNews.id - Negara modern Turki berdiri dari reruntuhan Kekhalifahan Utsmani dan menjadi negara strategis yang kuat. Negara yang berbatasan dengan Yunani di barat dan Iran di timur ini diperintah oleh partai konservatif berakar Islam pimpinan Recep Tayyip Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan, sejak 2002.

Dia mengawasi beberapa perubahan terbesar sejak Turki modern diciptakan pada 1923.

Dalam pemilihan presiden Minggu (24/6), Erdogan kembali memenangkan suara dan akan menduduki kursi presiden hingga 2023.

Berikut lima fakta tentang Turki modern:

1. Penerus Kekhalifahan

Pada puncaknya, kekhalifahan Turki Utsmani memerintah wilayah yang membentang dari Balkan ke Arab Saudi, termasuk tempat-tempat suci umat Islam.

Namun kekhalifahan Utsmani runtuh setelah berabad-abad berkuasa, terlebih setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I. Saat itu Turki bertempur bersama Jerman.

Setelah perang kemerdekaan, para pemimpin Turki, termasuk Mustafa Kemal Ataturk, mengubah wajah negara itu dan membentuk Republik Turki pada 1923.

Di bawah Erdogan, Turki berusaha membangun kembali pengaruh era Turki Utsmani di Timur Tengah, terutama di Suriah dan Irak, serta Balkan dan juga Afrika.

2. Sekuler dan Demokrasi Barat

Ataturk, presiden pertama Turki, mengubah negara itu degan berkiblat ke Barat. Dia menjadikan Turki sebagai negara sekular.

Demokrasi multi-partai diperkenalkan pada 1946. Di bawah pengganti Ataturk, Ismet Inonu, Turki tetap netral dalam Perang Dunia II.

Pada 1952, Turki bergabung dengan NATO dengan dukungan kuat dari Amerika Serikat (AS). Tujuan AS adalah memastikan Turki tidak masuk ke orbit Uni Soviet.

Di bawah Erdogan, Turki lebih diarahkan ke sistem Islam dan mengubah gaya Barat. Namun Erdogan menegaskan komitmennya tetap berlabuh di NATO.

3. Bekas Luka akibat Kudeta

Militer Turki beberapa kali menggulingkan pemerintahan, yakni pada 1960, 1971, 1980, dan 2016. Kudeta pada 1960 diwarnai dengan eksekusi mati perdana menteri yang digulingkan, Adnan Menderes. Manderes merupakan sosok panutan Erdogan.

Erdogan lolos dari upaya kudeta militer pada Juli 2016.

Dia menuduh mantan sekutunya yang kini tinggal di Amerika Serikat, Fethullah Gulen, sebagai dalang kudeta. Namun Gulen menyangkal tuduhan itu.

Erdogan kemudian menyatakan keadaan darurat dan menangkap sekitar 55.000 orang demi membersihkan Turki dari pengaruh Gulen. Dia dan oposisi berjanji mencabut keadaan darurat setelah pemilu.

4. Negeri Penampung Pengungsi

Negara berpenduduk lebih dari 80 juta itu berusaha meningkatkan pengaruhnya dan kukuh menentang rezim Presiden Bashar Al Assad dalam perang sipil Suriah. Namun, Turki kemudian bekerja erat dengan sekutunya, Rusia, untuk mengakhiri konflik.

Turki menampung sekitar 3,5 juta pengungsi Suriah yang kebanyakan tinggal di Istanbul serta sejumlah kecil pengungsi dari Irak dan Afghanistan.

Pada 2016, mereka menandatangani kesepakatan untuk membatasi arus pengungsi ke Eropa setelah 1 juta orang menyeberangi Laut Aegea melalui Turki pada 2015. Kesepakatan itu dipandang sebagai sebuah harapan agar Turki bisa bergabung dengan Uni Eropa. Namun prosesnya terhenti begitu saja.

Pemerintah Turki juga memberikan paspor alias status kewarganegaraan terhadap puluhan ribu pengungsi Suriah.

5. Pemberontakan Kurdi

Kaum Minoritas non-Muslim di wilayah Turki modern dipaksa keluar pada abad ke-20 dan populasi yang tersisa saat ini sangat sedikit.

Orang Armenia menganggap pembunuhan dan pembantaian leluhur mereka sebagai genosida, sebuah istilah yang dibantah oleh Turki. Sebagian besar orang Yunani meninggalkan negara itu dalam pertukaran populasi pada 1923.

Sejauh ini, etnis minoritas terbesar Turki adalah Kurdi. Mereka merupakan seperlima dari populasi dan sejak lama mengeluhkan hak mereka atas apa yang mereka sebut 'masalah Kurdi'. Partai Pekerja Kurdistan (PKK) mengangkat senjata pada 1984 dalam sebuah pemberontakan berdarah yang menyebabkan puluhan ribu orang tewas.

Sementara itu, Erdogan pada tahun-tahun pertama pemerintahannya, mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan memberikan hak yang lebih besar kepada Kurdi dan membuka pembicaraan dengan PKK.

Namun gencatan senjata berakhir pada 2015 dan kekerasan terus berlanjut. Hingga saat ini masih belum ada kesepakatan damai yang terlihat.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut