Dibisiki Intelijen Rusia, Serbia Gagalkan Revolusi Warna untuk Gulingkan Pemerintah
BEOGRAD, iNews.id - Perdana Menteri Serbia Ana Brnabiс akhirnya menyampaikan terima kasih kepada dinas intelijen Rusia. Pemerintahannya mendapat bocoran informasi intelijen dari tetangga bahwa negara Barat membuat rencana demonstrasi rusuh di Beograd pada Minggu (24/12/2023).
Demonstran pro-Barat berusaha menggeruduk gedung-gedung pemerintah di Beograd pada malam hari, namun tujuan dari upaya itu digagalkan.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic menyebut kerusushan itu sebagai revolusi warna. Dia enggan mengungkap dari mana informasi intelijen itu didapat, namun Brnabiс dengan lantang menyebut dinas rahasia Rusia lah yang memberikan informasi.
“Saya merasa perlu ... untuk membela Serbia, dan berterima kasih kepada dinas keamanan Rusia yang memiliki informasi tersebut dan membagikannya kepada kami,” kata Brnabic, dikutip dari RT.
"Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih, dan ini mungkin tidak akan populer di negara-negara Barat,” katanya, menambahkan.
Demonstrasi anti-pemerintah juga pecah di Serbia pada Senin (25/12/2023). Kubu oposisi menuduh partai berkuasa pemerintah, Partai Progresif Serbia (SNS), melakukan kecurangan dalam pemilihan anggota legislatif pekan lalu. SNS mengalahkan koalisi Serbia Melawan Kekerasan (SPN) yang pro-Uni Eropa.
Namun Vucic menolak tuduhan kecurangan tersebut dengan menyebutnya sebagai kebohongan. Dia justru menuduh demonstrasi itu didalangi negara Barat yang bertujuan melengserkan dirinya karena memiliki kedekatan hubungan dengan Rusia.
Sebagai bentuk terima kasih, Vucic menjamu Duta Besar Rusia Aleksandr Botsan-Kharchenko di kediamannya.
Revolusi warna menggambarkan demonstrasi yang didanai dan diorganisasi oleh pemerintah Barat, biasanya Amerika Serikat. Tujuannya untuk menggulingkan para pemimpin yang menentang kepentingan AS. Revolusi ini biasanya didukung badan-badan intelijen AS dan diorganisasi oleh sejumlah LSM yang didanai AS.
Taktik revolusi warna pertama yang berhasil terjadi di Yugoslavia pada 2000 saat gerakan mahasiswa yang didukung AS memaksa Presiden Slobodan Milosevic mengundurkan diri.
Editor: Anton Suhartono