Diwarnai Tuduhan Kecurangan Pemilu, Shehbaz Sharif Terpilih Lagi Jadi PM Pakistan
ISLAMABAD, iNews.id - Parlemen Pakistan, Minggu (3/3/2024), memilih Shehbaz Sharif sebagai perdana menteri yang baru. Ini merupakan jabatan kedua untuk Shehbaz setelah periode lalu.
Pemungutan suara di parlemen untuk memilih perdana menteri (PM) digelar sejak Kamis lalu. Proses ini berlangsung di tengah pengawalan keamanan yang ketat terkait tuduhan kecurangan dari kubu mantan perdana menteri Imran Khan.
“Shehbaz Sharif dinyatakan terpilih sebagai perdana menteri Republik Islam Pakistan,” kata Ketua Majelis Nasional Ayaz Sadiq, dikutip dari Reuters.
Sharif mendapat dukungan dari 201 anggota parlemen, mengalahkan pesaingnya yang didukung mantan PM Imran Khan, Omar Ayub, yang memperoleh 169 suara. Pengumuman tersebut mendapat protes keras dari Partai Dewan Sunni Ittehad (SIC) yang didukung Khan. Para anggota parlemen menyerukan pembebasan Khan serta meneriakkan slogan-slogan yang menuduh Sharif mendapat jabatan PM kembali melalui kecurangan dalam pemilu.
Rakyat Pakistan memberikan suara mereka dalam pemilu pada 8 Februari lalu untuk memilih wakil rakyat di parlemen. Namun komisi pemilihan umum melarang partai Khan untuk ikut dalam pemilihan kali ini.
Pesta demokrasi Pakistan tahun ini diwarnai penangkapan dan kekerasan, pemadaman internet, serta penundaan pengumuman hasil yang tidak lazim, menimbulkan kecurigaan akan kecurangan.
Partai SIC menuduh pemilu dicurangi seraya menyerukan audit terhadap hasilnya. Tidak ada satu partai pun yang meraih suara mayoritas.
Partai yang didukung Khan memperoleh kursi terbanyak di parlemen dalam pemilu. Meski demikian, partai lain yakni PML-N dan Partai Rakyat Pakistan (PPP) setuju untuk membentuk koalisi sehingga mengalahkan perolehan kursi partai-partai yang didukung Khan. Koalisi pemerintahan kemudian menunjuk Shehbaz Sharif sebagai perdana menteri baru setelah saudaranya memilih mundur.
Pada masa jabatan sebelumnya, pemerintahan Sharif berhasil menegosiasikan kesepakatan penting dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun proses tersebut menghadapi banyak penentangan.
Pemerintahan baru harus segera memulai pembicaraan dengan IMF mengenai perjanjian berikutnya guna menopang perekonomian negara dan mengatasi ketidakpuasan yang semakin besar terkait kemiskinan yang semakin parah.
Editor: Anton Suhartono