Eksekutor Pembantaian Khmer Merah Meninggal Dunia

PHNOM PENH, iNews.id - Mantan petinggi kelompok Khmer Merah yang melakukan pembantaian di Kamboja, Kaing Guel Eav, meninggal dunia di usia 77 tahun.

Kaing Guel yang lebih dikenal dengan nama samarannya, Duch, pernah menjabat sebagai kepala Penjara Tuol Sleng yang terkenal sebagai tempat pembantaian ribuan warga Kamboja di bawah rezim Khmer Merah.

Baca Juga

Putin Ucapkan Selamat Tahun Baru pada Kim Jong-un, Puji Peran Heroik Tentara Korut

Sebelum meninggal dunia, Duch tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup atas dakwaan kejahatan perang karena perannya dalam rezim "Killing Fields".

Juru bicara pengadilan, Neth Pheaktra, mengatakan Duch meninggal dunia pada Selasa (1/9/2020) tengah malam waktu setempat setelah mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit sejak Senin (31/8/2020).

Baca Juga

Kasus Covid-19 Impor Melonjak, Kamboja Hentikan Penerbangan dari Indonesia

Neth menambahkan Duch sudah sering keluar masuk rumah sakit selama bertahun-tahun disebabkan masalah paru-paru serius, demikian dikutip dari AFP, Rabu (2/9/2020). 

Lahir pada tahun 1942, mantan guru matematika itu menjadi penyiksa utama Khmer Merah saat rezim ultra-Maois berkuasa dalam rentang 1975-1979.

Baca Juga

Kamboja Catat 15 Kasus Covid-19 Impor, Semua Pengidap Baru Pulang dari Arab Saudi

Duch mengawasi penyiksaan dan pengakuan ribuan pria, perempuan, dan anak-anal di bekas sekolah Tuol Sleng di Phnm Penh. Dalam kejahatan kemanusiaan itu setidaknya 15.000 orang tewas di dekat tempat yang disebut "Ladang Pembunuhan".

Dia adalah anggota pertama Khmer Merah yang menghadapi proses peradilan di pengadilan kejahatan perang di Kamboja. Dia sempat mengajukan banding atas hukuman penjara seumur hidup pada 2012 namun ditolak.

Kesaksian Duch di pengadilan berfungsi sebagai batu loncatan penting bagi jutaan orang Kamboja korban rezim Khmer Merah, serta mengungkap aspek-aspek rahasia pekerjaan Khmer Merah.

Dalam pengakuannya, Duch mengatakan sebagian besar staf penjara Tuol Sleng yang dia pimpin tidak berpendidikan, sehingga mereka dengan mudah diindoktrinasi karena mereka seperti selembar kertas kosong.

Editor: Arif Budiwinarto