Federasi Palang Merah Peringatkan Perubahan Iklim Lebih Berbahaya daripada Covid-19
JENEWA, iNews.id - Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) menyebut ancaman perubahan iklim lebih berbahaya dari pandemi Covid-19. Ini karena Covid-19 segera memiliki vaksin, sedangkan perubahan iklim tidak punya penangkal.
Oleh karena itu IFRC mengajak dunia internasional memberikan reaksi yang sama terhadap perubahan iklim sebagaimana krisis virus corona.
Perubahan iklim tidak berhenti mendatangkan malapetaka, bahkan di saat yang sama dengan pandemi Covid-19.
Dalam laporannya tentang bencana global sejak 1960-an, organisasi yang berbasis di Jenewa, Swiss, itu mengungkap, dunia dilanda lebih dari 100 bencana alam, sebagian besar terkait iklim, sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah virus corona sebagai pandemi global. Lebih dari 50 juta orang di seluruh dunia terdampak wabah tersebut.
"Tentu saja, Covid itu ada, di depan kita, memengaruhi keluarga, teman, dan kerabat kita. Ini merupakan krisis yang sangat-sangat serius dihadapi dunia sekarang," kata Sekretaris Jenderal IFRC, Jagan Chapagain, saat pandemi telah merenggut lebih dari 1,3 juta nyawa di seluruh dunia, seperti dikutip dari AFP, Selasa (17/11/2020).
Namun dia memperingatkan perubahan iklim memiliki dampak jangka menengah dan panjang lebih signifikan bagi kehidupan manusia dan Bumi.
"Sayangnya tidak ada vaksin untuk perubahan iklim," tuturnya.
Dia mengingatkan butuh tindakan dan investasi berkelanjutan untuk benar-benar melindungi kehidupan manusia di Bumi dari ancaman perubahan iklim.
Frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem dan bencana terkait iklim meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Pada 2019 saja, ungkap IFRC, dunia dilanda 308 bencana alam, 77 persen di antaranya terkait iklim atau cuaca, menewaskan sekitar 24.400 orang.
Jumlah bencana terkait iklim dan cuaca terus meningkat sejak 1960-an, lalu melonjak hampir 35 persen sejak 1990-an.
Bencana terkait cuaca dan iklim menewaskan lebih dari 410.000 orang selama 10 tahun terakhir, kebanyakan terjadi di negara-negara miskin yang diterjang gelombang panas dan badai mematikan.
Menghadapi ancaman ini, IFRC menyerukan kepada komunitas internasional untuk bertindak secepat mungkin.
Editor: Anton Suhartono