Filipina Bersiap Hadapi Letusan Dahsyat Gunung Mayon
MANILA, iNews.id - Lebih dari 15.000 warga Filipina di sekitar Gunung Mayon meninggalkan rumah mereka menyusul erupsi yang terjadi sejak Senin 15 Januari. Gunung berapi paling aktif di Filipina itu mengeluarkan letusan tanpa suaSra berupa muntahan lahar di beberapa tempat.
Muntahan lahar ini juga menyebarkan abu vulkanik ke kota-kota terdekat di wilayah tersebut.
Dilansir Independent, Rabu (17/1/2018), Gunung Mayon memuntahkan lahar panas dengan letusan sunyi atau letusan tanpa suara. Letusan ini bisa memicu adanya gempa dahsyat dalam beberapa hari ke depan.
"Secara teknis, gunung berapi tersebut meletus namun letusannya cukup sunyi. Ini mungkin meningkat menjadi letusan berbahaya," kata seorang peneliti Institut Vulkanologi dan Seismologi Filipina (Phivolcs), Paul Alanis, kepada AFP.
Dia mengatakan letusan eksplosif Gunung Mayon diprediksi akan memuntahkan lahar layaknya air mancur disertai semburan batuan dan gas panas. Aliran lahar ini bisa bergerak hingga kecepatan 60 kilometer per jam.
Tim Phivolcs telah mencatat sembilan episode getaran gunung yang empat di antaranya menyertai air mancur lahar dan mengindikasikan letusan eksplosif sudah dekat.
Saat ini status Gunung Mayon berada pada level tiga. Pejabat tanggap darurat setempat mengatakan pihaknya segera melakukan evakuasi lebih masif jika peringatan gempa meningkat menjadi level empat.
Setelah ledakan uap pada Sabtu lalu dan aliran lahar meningkat di kawah pada Minggu 14 Januari, peringatan gempa dinaikkan menjadi level tiga dari skala lima. Ini mengindikasikan letusan berbahaya akan terjadi dalam beberapa pekan atau beberapa hari ke depan.
Gunung Mayon terletak di Provinsi Albay sekitar 340 kilometer di sebelah tenggara Manila.
Letusan pertama Mayon tercatat pada 1616, namun letusan yang paling mematikan terjadi pada 1814 yang menewaskan 1.200 orang dan mengubur kota Cagsawa dengan lumpur vulkanik.
Filipina berada pada wilayah 'Cincin Api'. Hal ini memungkinkan gempa bumi dan aktivitas gunung berapi sering terjadi.
Editor: Anton Suhartono