Gaza Masih Membara, Saudi Ogah Bicara Normalisasi Hubungan dengan Israel
RIYADH, iNews.id - Arab Saudi menegaskan tak akan memulai pembicaraan normalisasi hubungan dengan Israel selama agresi militer di Gaza masih berlangsung. Pemerintah Riyadh menyatakan, tidak ada ruang untuk diplomasi selama kematian, kehancuran, dan penderitaan rakyat Palestina terus terjadi.
Pernyataan keras itu disampaikan langsung Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan di New York, belum lama ini.
“(Perundingan normalisasi) hanya dapat dimulai jika konflik di Gaza berakhir dan penderitaan rakyat Gaza berkurang,” ujar Faisal, dengan nada tegas, seperti dikutip dari Anadolu.
Normalisasi Ditangguhkan, Prioritas Palestina
Faisal menambahkan sikap Arab Saudi terhadap Israel tetap konsisten, tidak ada pengakuan atau hubungan diplomatik sampai terbentuknya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
“Bagi Kerajaan Arab Saudi, pengakuan sangat terkait dengan pembentukan negara Palestina,” ujarnya, menanggapi pertanyaan tentang sikap Saudi terhadap Perjanjian Abraham, inisiatif Amerika Serikat yang mendorong negara-negara Arab menormalisasi hubungan dengan Israel.
Pukulan bagi Perjanjian Abraham
Sikap tegas Arab Saudi menjadi sinyal keras bagi kelangsungan Perjanjian Abraham yang sebelumnya telah menciptakan normalisasi antara Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko.
Absennya Arab Saudi, sebagai kekuatan regional utama di dunia Islam, memberi pesan bahwa dukungan terhadap Palestina bukan sekadar simbolik, melainkan prinsip yang tidak bisa dinegosiasikan.
Keengganan Riyadh untuk membuka jalur diplomatik dengan Tel Aviv menunjukkan ketegasan terhadap praktik militer Israel yang oleh banyak negara, termasuk PBB, dianggap melanggar hukum humaniter internasional.
Pesan Politik ke Dunia Barat
Melalui pernyataan ini, Saudi juga secara tersirat mengirimkan pesan politik ke Washington dan sekutunya, tekanan untuk normalisasi tidak akan berhasil jika mengabaikan penderitaan rakyat Palestina.
Tak hanya itu, pernyataan Pangeran Faisal memperkuat posisi Saudi sebagai pemimpin moral dalam dunia Arab dan Islam, sekaligus mempermalukan negara-negara yang sudah lebih dulu menjalin hubungan dengan Israel di tengah eskalasi kekerasan di Gaza.
Editor: Anton Suhartono