Geger, Pistol dan Paspor Mantan PM Inggris David Cameron Ditemukan di Toilet Pesawat
LONDON, iNews.id - Penumpang pesawat British Airways dikejutkan dengan temuan pistol dan paspor atas nama mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron di toilet. Pistol itu diketahui dalam kondisi terisi peluru.
Menurut laporan surat kabar The Sun, Rabu (5/2/2020), mengutip informasi dari penumpang, Cameron ikut dalam penerbangan pulang dari New York, Amerika Serikat, menuju London pada Senin (3/2/2020).
Setelah ditelusuri, senjata itu milik pengawal Cameron yang merupakan anggota Kepolisian Metropolitan. Setelah tak menjabat, PM Inggris tetap mendapat pengawalan dari polisi. Sementara paspor Cameron memang dipegang dan selalu dibawa pengawal tersebut.
Dia lupa membawa kembali pistol dan paspor setelah menunaikan hajat di toilet.
Saat pesawat British Airways akan lepas landas, seorang penumpang membuat heboh penerbangan dengan mengatakan dia menemukan pistol di toilet.
"Kapten mengonfirmasi telah ditemukan pistol yang membuat semua orang ketakutan," kata penumpang, seperti dilaporkan kembali Reuters.
Kapten pun melaporkan kejadian ini dan ke pihak berwenang yang kemudian menyita pistol tersebut.
Setelah penyelidikan singkat terungkaplah bahwa pistol itu milik pengawal Cameron dan langsung dikembalikan.
Namun beberapa penumpang keberatan pistol itu tetap dipegang pengawal selama penerbangan.
Kepolisian Metropolitan menyatakan menganggap insiden ini sebagai masalah serius dan membuka penyelidikan internal.
"Kami mengetahui insiden ini dalam penerbangan ke Inggris pada 3 Februari dan petugas yang terlibat telah diberhentikan dari tugas operasional," bunyi pernyataan.
Sementara itu British Airways berdalih tak bisa melarang polisi membawa pistol dalam penerbangan untuk kondisi tertentu terkontrol, sebagaimana diamanatkan dalam aturan Otoritas Penerbangan Sipil.
"Kru kami menangani masalah ini dengan cepat sebelum keberangkatan dan penerbangan berlangsung normal," kata maskapai.
Cameron mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Inggris pada 2016 setelah hasil referendum menunjukkan sebagian besar rakyat Inggris ingin negara mereka keluar dari Uni Eropa (Brexit). Padahal dia mengampanyekan penolakan Brexit.
Editor: Anton Suhartono