Indonesia Kirim Nota Diplomatik ke Iran terkait Penahanan WNI Kru Kapal Tanker Korsel
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah Indonesia mengirim nota diplomatik kepada Iran terkait penahanan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) kapal tanker berbendera Korea Selatan, MT Hankuk Chemi.
Pemerintah Indonesia ingin mendapat kejelasan mengenai kondisi dua kru tersebut sejak ditahan pada Senin (4/1/2021) di perairan Teluk Persia.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Teheran terus menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menangani hal ini.
"KBRI Teheran telah melayangkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Iran mengenai permintaan klarifikasi terkait keberadaan kedua WNI ABK tersebut serta permintaan akses kekonsuleran dan komunikasi dengan keduanya," bunyi pernyataan KBRI, Rabu (6/1/2021).
"Kementerian Luar Negeri Iran menyampaikan bahwa pihaknya telah mengunjungi kapal MT Hankuk Chemi dan menyatakan seluruh kru, termasuk kedua WNI ABK, saat ini berada dalam kondisi baik dan sehat."
Seperti dilaporkan kantor berita Tasnim pada Senin lalu, kru kapal tanker ditahan di kota pelabuhan Bandar Abbas.
"Anggota kru berasal dari Korea Selatan, Indonesia, Vietnam, dan Myanmar," demikian laporan Tasnim, yang dikutip Reuters.
Sementara itu Iran menepis memperlakukan MT Hankuk Chemi serta para krunya sebagai sandera. Bantahan ini disampaikan sehari setelah menyita kapal tanker itu seraya mendesak Korsel membayar dana 7 miliar dolar AS yang dibekukan di bawah sanksi Amerika Serikat.
Penyitaan kapal MT Hankuk Chemi dan 20 kru di dekat Selat Hormuz dipandang sebagai upaya Iran untuk menegaskan tuntutannya soal sanksi AS.
"Kami sudah terbiasa dengan tuduhan seperti itu. Tapi jika ada penyanderaan, itu karena pemerintah Korea Selatan menahan 7 miliar dolar yang seharusnya jadi milik kami," kata Juru Bicara Pemerintah Iran, Ali Rabiei.
Korsel telah memanggil duta besar Iran di Seoul dan mendesak agar kapal beserta krunya dibebaskan. Pemerintah Negeri Gingseng juga akan mengirim delegasi ke Iran untuk membicarakan hal ini.
Editor: Anton Suhartono