Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Putra Mahkota Saudi Pangeran MBS Bertemu Pimpinan DPR AS, Jajaki Kerja Sama Strategis
Advertisement . Scroll to see content

Ini 5 Negara Paling Dermawan di Dunia

Selasa, 10 Juli 2018 - 07:25:00 WIB
Ini 5 Negara Paling Dermawan di Dunia
Burma atau Myanmar jadi negara paling dermawan di dunia. (Foto: BBC)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Mengulurkan bantuan terhadap orang lain bisa menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar perbuatan baik. Menurut lembaga survei internasional, Gallup, budaya kerelaan membantu sesama merupakan sebuah indikator faktor ekonomi yang positif bagi sebuah negara.

Gallup melakukan survei terhadap lebih dari 145.000 orang di lebih dari 140 negara, bertanya kepada penduduk apakah mereka mendonasikan uang untuk lembaga amal, menjadi relawan pada sebuah organisasi, atau membantu orang asing yang membutuhkan.

Hasil yang menggembirakan, disebutkan 1,4 milliar orang menyumbangkan uang mereka untuk amal, hampir 1 milliar menjadi relawan, dan 2,2 milliar untuk membantu orang asing.

Skor masing-masing negara sangat bervariasi, dengan penduduk negara-negara tertentu secara signifikan tampak lebih banyak terdorong memberikan bantuan dengan berbagai cara.

Berikut lima negara paling dermawan di dunia:

1. Myanmar

Burma atau Myanmar, sebagian besar penduduk di negara kecil di Asia Tenggara ini menjawab 'ya' untuk setiap pertanyaan tentang memberi. Hal ini membuatnya jadi negara yang mendapatkan skor tertinggi dalam survei.

Tradisi Buddha yang kuat sangat mempengaruhi kemurahan hati di sini. Hninzi Thet, warga asal Yangon, dibesarkan oleh ayah seorang Katolik asal Goa dan seorang ibu Burma beragama Buddha.

Dia menjelaskan bagaimana konsep karma dalam Buddhisme Theravada, madzhab Buddha terkenal di Asia Tenggara memainkan sebuah peranan.

"Segala perbuatan yang baik yang dilakukan (penganut Buddha ) akan menopang inkarnasi mereka nantinya dan mereka akan memiliki kehidupan yang lebih baik. Sebagai contoh, pada ulang tahun anak, mereka akan menawarkan makanan kepada biksu, yang bergantung pada pemberian publik untuk dapat makan. Ini akan akan memberikan pahala bagi mereka."

Hninzi Thet mengatakan, donasi makanan dan uang seringkali hanya diberikan pada biksu dan biara.

"Hanya baru-baru ini ada sebuah upaya untuk memulai menyumbangkan pada panti asuhan dan sejenisnya secara terorganisasi," kata dia.

Ini merupakan pengaruh dari diaspora Burma yang banyak bersentuhan dengan keyakinan dan kebiasaan barat dalam berderma.

Selain mendapatkan peringkat sebagai negara dermawan, Burma juga dijuluki sebagai negara yang paling ramah di dunia dalam survei InterNations Expat Insider 2015, dengan lebih dari 96 persen responden memberikan respon positif untuk kebaikan mereka terhadap orang asing.

2. Amerika Serikat (AS)

Dibandingkan dengan Burma, Hninzi Thet, yang sekarang tinggal di Baltimore, menyadari alasan menyumbang di Amerika Serikat, negara yang menduduki urutan kedua dari daftar Gallup, kebanyakan bukanlah agama.

"Sedikit sekali faktor pamrih dalam perilaku itu. Apa yang saya kagumi dari AS adalah menyumbang adalah model sedekah, yang lebih berkaitan dengan kebersamaan sipil," ujar dia.

Menyumbang dalam budaya AS berbeda-beda bentuknya, tergantung pada wilayahnya: apakah pendesaan atau perkotaan, atau pinggiran.

Naomi Hattaway, perempuan asal Nebraska dan merupakan pendiri kelompok budaya internasional I Am Triangle yang dibentuk untuk warga yang pernah tinggal di luar negeri, memiliki pengalaman di semua jenis kawasan, baik desa, kota, dan pinggiran.

"Banyak sekali LSM dan lembaga nirlaba di (Washington) DC Metro, tetapi jika menjelajah ke wilayah pinggiran, saya sering kali mendengar orang mengatakan mereka tidak mengetahui bagaimana terlibat dalam kegiatan relawan atau di mana," kata dia.

"Tetapi di kota kecil di Lucketts, Virginia, kita menemukan semangat untuk memberi, kegiatan sosial dan filantropis merupakan sesuatu yang tampaknya menjadi kewajiban bagi sebagian besar penduduk. Ketika ada yang mengabarkan suatu kebutuhan, para penduduk akan berlmba membantu. Dalam kegiatan penggalangan dana, setiap orang melakukannya tanpa berpikir," ujar Hattaway

Ini merupakan sifat yang diwariskan dari generasi ke generasi.

"Nenek dan kakek saya waktu itu selalu memberi dan memberi dan memberi. Mereka tidak pernah membangga-banggakan hal itu tetapi mereka sekadar bercerita saja kepada saya, bagaimana mereka menyediakan makanan dan sup selama bertahun-tahun saat Depresi Besar dan Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Saya pikir mereka ingin saya mengetahui bahwa perasaan belas kasih untuk sesama merupakan hal utama untuk akhlak dan bahwa orang harus peduli sesama, jika tidak peradaban akan runtuh," kata Zoe Helene, salah satu warga Massachusetts.

"Tinggal di New York City, saya menyaksikan kebaikan dan kemurahan hati yang luar biasa. Secara personal itu tidak mengejutkan saya. Saya menemukan penduduk New York adalah orang paling ramah di dunia," kata komedian Jim Dailakis, yang berasal dari Perth.

3. Australia

Memastikan bahwa setiap orang memiliki peluang yang setara untuk sukses merupakan bagian inti dari budaya Australia.

"Dengan kata lain, peluang untuk sukses dengan ketentuan yang sama dengan orang lain. tamnpa ketimpangan," kata general manager InterContinental Melbourne The Rialto, Erik Stuebe.

"Sebagai sebuah negara yang masih muda, dan sebuah negara benua dengan populasi yang kecil, kami sangat bangga dengan kemampuan kami untuk tampil di sebagian besar upaya nasional. Orang yang sukses sangat dihormati namun tetap rendah hati dan dan tulus, tetap berpijak ke bumi dan mendukung orang lain dengan segala upaya mereka masing-masing."

Melbourne khususnya memiliki semangat komunitas yang kuat, dan seringkali menggelar acara yang mengumpulkan jutaan dollar untuk sumbangan bagi warga setempat atau warga dunia lain.

Krisis juga memunculkan kemurahan hati yang ekstrem bagi warga Australia.

"Ketika tsunami menerjang Indonesia pada 2004, warga Australia menyumbangkan 42 juta dolar AS," kata Dailakis.

"Ingatlah jumlah penduduk negara pada saat itu mungkin tidak lebih dari 20 juta."

Kemudian pada 2009, ketika kebakaran hutan menelan jiwa begitu banyak dan menghanguskan banyak rumah, penduduk segera melangkah maju.

"Warga Melbourne membuat sistem kewalahan dengan sumbangan waktu, uang, pakaian, tawaran tempat tinggal dan pesan dukungan. Saya pikir orang Australia memberikan apa saja yang diperlukan secara murah hati hingga batas kemampuan mereka," kata Stuebe.

4. Selandia Baru

Sebagai penduduk di negara pulau kecil dan salah satu yang secara historis sebagian besar wilayahnya merupakan pedesaan, Selandia Baru memiliki tradisi untuk peduli pada tetangga.

"Kadang-kadang ada suatu perasaan bahwa setiap orang mengetahui satu sama lain, jadi ada semacam tugas untuk saling peduli satu sama lain. Mungkin ikatan kemasyarakatan yang kuat ini juga merupakan salah satu alasan mengapa sebagai negara, Selandia Baru tampaknya memiliki sifat dermawan ini," kata salah seorang warga Wellington, Katherine Shanahan.

Wellington merupakan tuan rumah dari prakarsa seperti The Free Store. Restoran dan toko roti itu menyumbangkan makanan yang tidak terjual pada hari itu, dan orang dapat mengambil makanan yang biasanya mereka tidak mampu mendapatkannya.

Pada Desember, 18 lokasi di seluruh Selandia Baru akan menjadi tuan rumah Great Kids Can Santa Run, acara lari sepanjang dua atau tiga kiloneter yang setiap pesertanya berpakaian seperti Sinterklas, untuk mengumpulkan sumbangan bagi anak-anak yang menderita kemiskinan.

Gempa Christchurch pada 2011 yang menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan lainnya juga menghidupkan lagi semangat Selandia Baru dalam memberi.

Mereka yang tinggal di Selandia Baru juga punya begitu banyak waktu untuk menikmati kecantikan alam negeri itu. Sebagai negara pulau dengan populasi yang relatif kecil, sangat mudah untuk menemukan dan mencapai pantai yang sepi, tidak ada bagian negara ini yang berjarak lebih dari 130 kilometer dari laut.

5. Sri Lanka

Serupa dengan Burma, menyumbang di Sri Lanka sangat diajarkan oleh agama.

"Sebagian besar warga Sri Lanka merupakan penganut Buddha dan Hindu dan kedua agama itu menganjurkan derma dan sumbangan," kata warga bernama Mahinthan So.

Niat membantu sangat tampak di Matara, kota paling selatan Sri Lanka.

"Ada pepatah di Sri Lanka, bahwa "ke mana pun Anda pergi di pulau ini, jika membutuhkan sesuatu Anda akan selalu menemukan rekan dari Matara', dan mereka pasti akan senang untuk membantu," kata Supun Budhajeewa, warga asal Matara.

"Kami memilki perasaan kebersamaan di dalam diri kami. Saya pikir itu mencerminkan diri kami," ujar Supun.

Dari donor darah sampai kegiatan sosial di sekolah, selalu ada acara di Matara mendorong berbuat kebajikan. Banyak organisasi yang tersebar di hampir seluruh kota dan permukiman sering menyelenggarakan dansel (kios-kios makan gratis) di acara khusus seperti hari-hari Poya, liburan-liburan nasional selama bulan purnama.

Liburan merupakan waktu yang populer untuk menyumbangkan tenaga dalam semacam kegiatan kerja bakti, seperti pembersihan jalan umum, jadi relawan di rumah sakit, hingga membangun rumah bagi para tunawisma.

Selain warga yang murah senyum dan gampang mengulurkan tangan bantuan, Sri Lanka juga dikenal karena keragaman makanan. Dipengaruhi oleh Portugis, Belanda, pedagang Inggris, India, dan Persia, hidangan Srilanka memiliki aromat khas dan kaya rempah, biasanya dengan makanan pokok nasi dan kari.

Doc. World Giving Index

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut