Ini Penyebab Bubarnya Pemerintah Belanda, Ada Peran Politikus Anti-Islam Geert Wilders
AMSTERDAM, iNews.id - Pemerintah Belanda bubar setelah Partai Kebebasan (PVV) pimpinan Geert Wilders yang juga sosok anti-Islam dan anti-imigran menarik diri dari koalisi. Keputusannya itu juga memicu pengunduran diri kabinet Perdana Menteri Dick Schoof pada Selasa (3/6/2025).
Konflik internal terkait kebijakan imigrasi menjadi penyebab utama perpecahan dalam pemerintahan yang baru terbentuk setahun terakhir itu.
Perdana Menteri Schoof mengumumkan pengunduran diri kabinetnya setelah PVV secara resmi meninggalkan koalisi.
"Dengan keluarnya Partai Kebebasan, tidak ada cukup dukungan di DPR (majelis rendah parlemen) bagi pemerintahan ini," kata Schoof dalam pernyataannya, dikutip dari Reuters.
Perselisihan bermula dari ketidakpuasan PVV terhadap mitra koalisinya, Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD), Partai Kontrak Sosial Baru (NSC), dan Partai Gerakan Petani-Warga (BBB), yang menolak mendukung kebijakan pengetatan imigrasi yang diajukan Wilders.
Pada 26 Mei lalu, Geert Wilders memublikasikan 20 poin kebijakan anti-imigrasi, termasuk penutupan total perbatasan bagi pencari suaka, pelarangan reuni keluarga pengungsi, hingga pemulangan segera pengungsi Suriah. Usulan ini ditolak oleh tiga partai lainnya karena dinilai bertentangan dengan kesepakatan koalisi yang telah disepakati pada pertengahan Mei 2024.
Penolakan tersebut membuat PVV merasa tidak lagi memiliki ruang untuk menjalankan visinya dalam pemerintahan, yang akhirnya memicu keputusan menarik diri dari koalisi.
"Para menteri PVV akan kami minta untuk mundur, dan sisa pemerintahan akan terus bertugas sebagai pejabat sementara," ujar Schoof.
Pemimpin NSC, Nicolien van Vroonhoven, menyarankan agar dipertimbangkan opsi pembentukan koalisi minoritas.
"Meskipun bukan cara termudah, ini bisa menjamin keterlibatan seluruh parlemen dalam pemerintahan," ujarnya.
Pemerintahan koalisi ini dibentuk setelah Pemilu November 2023 yang dimenangkan PVV dengan 37 dari 150 kursi. Karena tidak memiliki suara mayoritas, PVV harus berkoalisi dengan partai lain dan menunjuk Dick Schoof, yang tidak berafiliasi dengan partai manapun, sebagai perdana menteri.
Kini, masa depan politik Belanda kembali berada di titik kritis, sementara para pengamat menilai kegagalan ini menandai rapuhnya aliansi ideologis yang dibangun di atas perbedaan prinsip mendasar, khususnya soal kebijakan imigrasi.
Editor: Anton Suhartono