Iran Belum Tanggapi Undangan Trump untuk Berunding, Ini Alasannya
TEHERAN, iNews.id - Iran belum merespons udangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk berunding. Namun Iran akan mendalami maksud undangan itu terlebih dulu sebelum membuat keputusan.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Iran menilai, sejauh ini AS belum menunjukkan keseriusan untuk berunding karena tak ada kesesuaian antara tindakan dengan kata-kata. Baru-baru ini pemerintah AS menjatuhkan sanksi kepada menteri energi Iran.
Sebelumnya pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan Presiden Masoud Pezeshkian dengan tegas menentang undangan Trump. Mereka juga menolak seruan publik untuk melanjutkan kembali perundingan nuklir. Alasannya AS telah menipu dan melakukan intimidasi terhadap Iran.
Juru Bicara Kemlu Iran Esmaeil Baghaei mengatakan pemerintahannya segera memberikan tanggapan diplomatik secara resmi terhadap undangan Trump tersebut.
"Sejauh ini, kami tidak memiliki alasan untuk memublikasikan surat (Trump). Tanggapan kami terhadap surat ini akan disampaikan melalui saluran yang tepat, setelah pemeriksaan penuh," kata Baghaei, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (18/3/2025).
Dia menegaskan ada sinyal yang bertentangan dari AS, di satu sisi menyampaikan kesiapan untuk berunding, sementara di sisi lain menerapkan sanksi baru terhadap perekonomiannya.
"Negosiasi diplomatik memiliki etika di mana masing-masing pihak harus mengakui kepentingan pihak lain dan yang lebih penting, percaya dalam memenuhi komitmen mereka," kata Baghaei.
Selama masa jabatan pertama, Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir JCPOA tahun 2015. Perjanjian itu juga diteken negara-negara besar, yakni China, Rusia, Inggris, Prancis, dan Jerman. Isinya menetapkan pembatasan ketat pada aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.
Trump menarik diri dari kesepakatan itu pada 2018 disertai dengan memberlakukan kembali sanksi yang memukul perekonomian Iran.
Sebagai respons, Iran melakukan pengembangan program nuklirnya di atas batas kesepakatan.
Negara-negara Barat menuduh Iran berupaya membuat senjata nuklir dengan memperkaya uranium hingga kemurnian 60 persen, di atas kesepakatan program nuklir sipil.
Editor: Anton Suhartono