Iran Bisa Kembangkan Senjata Nuklir dalam Hitungan Minggu, AS Ketar-ketir
WASHINGTON, iNews.id - Amerika Serikat (AS) khawatir Iran bisa mengembangkan senjata nuklir dalam beberapa pekan mendatang. Iran mengalami kemajuan dalam pengembangan nuklirnya setelah AS keluar dari kesepakatan JCPOA yang diteken di masa pemerintahan Barack Obama pada 2015.
Upaya kedua pihak untuk kembali ke kesepakatan yang bertujuan mengendalikan nuklir Iran itu masih berlangsung, meski tampaknya tak akan terwujud dalam waktu dekat.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kemajuan yang dicapai Iran benar-benar mengkhawatirkan bagi AS.
“Iya, itu benar-benar mengkhawatirkan kami,” kata Psaki, seraya menambahkan waktu yang dibutuhkan Iran untuk memproduksi senjata nuklir turun dari sekitar 1 tahun menjadi beberapa pekan saja.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya yakin kembali ke kesepakatan JCPOA merupakan jalan terbaik bagi Iran, di tengah kebuntuan dalam pembicaraan.
Blinken mengatakan kesepakatan 2015 memang tidak sempurna namun tetap lebih baik daripada alternatif lainnya.
"Kita terus percaya bahwa kembali mematuhi perjanjian akan menjadi cara terbaik untuk mengatasi tantangan nuklir yang dibuat Iran dan untuk memastikan bahwa Iran yang sudah bertindak dengan agresi luar biasa tidak memiliki senjata nuklir," kata Blinken, saat dengan pendapat dengan Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
Menurut dia, AS sudah mencoba cara lain untuk menggagalkan Iran dari kepemilikan senjata nuklir. Namun cara itu justru menjadi bumerang.
“Kami telah mencoba proposisi lain, menarik diri dari perjanjian dan mencoba memberikan lebih banyak tekanan,” katanya.
Hasilnya, lanjut dia, waktu bagi Iran untuk mengembangkan bom nuklir kini hanya hitungan pekan. Ini jauh berbeda jika Iran tetap pada kesepakatan JCPOA yakni butuh wakti lebih dari setahun untuk bisa memiliki senjata nuklir.
AS menarik diri dari JCPOA pada 2018 atau di masa pemerintahan Donald Trump. Setelah itu AS menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Iran, termasuk mencegah negara lain untuk membeli minyak Iran.
Iran pun geram kemudian keluar dari poin-poin kesepakatan termasuk tak lagi taat pada ambang batas soal pengayaan uranium.
Sementara itu pemerintahan Joe Biden yang terlibat lebih dari setahun dalam pembicaraan tidak langsung di Wina, Austria, guna menghidupkan kembali JCPOA berjanji akan melonggarkan sanksi sebagai imbalan atas pembatasan nuklirnya.
Ada kemajuan berarti dalam pembicaraan tersebut. Pejabat AS dan Iran telah menyepakati sebagian besar poin. Di antara beberapa permintaan Iran terhadap AS adalah Biden menghapus Garda Revousi Islam Iran dari daftar organisasi teroris sebagaimana dibuat oleh pemerintahan Trump.
Editor: Anton Suhartono