Israel Masih Blokade Gaza selama Gencatan Senjata, Ratusan Ribu Warga Hadapi Krisis Akut
GAZA, iNews.id - Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza tetap memburuk selama masa gencatan senjata karena Israel masih menutup pintu perlintasan Rafah, melarang masuk konvoi bantuan internasional.
Ribuan truk bantuan masih tertahan di wilayah Mesir, sementara jutaan warga Palestina menghadapi kekurangan pangan, obat-obatan, dan tempat tinggal.
Menurut laporan Kantor Media Pemerintah Gaza, Israel telah melakukan 282 kali pelanggaran kesepakatan gencatan senjata sejak diberlakukan pada 10 Oktober 2025. Salah satu bentuk pelanggaran paling parah adalah pemblokiran akses bantuan kemanusiaan yang menjadi bagian penting dari perjanjian tersebut.
“Israel sengaja memperburuk krisis kemanusiaan dengan memblokir lebih dari 6.000 truk bantuan di Rafah,” ujar Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al Thawabteh, dikutip dari Anadolu.
Ribuan Truk Bantuan Tak Diizinkan Masuk
Berdasarkan data pemerintah Gaza, dari 13.200 truk bantuan seharusnya memasuki wilayah itu sejak 10 Oktober, hanya 3.200-an truk yang diizinkan melintas. Sebagian besar truk yang membawa makanan, obat-obatan, serta perlengkapan tenda masih tertahan karena otoritas Israel belum membuka kembali perlintasan Rafah sepenuhnya.
Blokade ini menyebabkan penumpukan besar-besaran bantuan di sisi Mesir, sementara di dalam Gaza, warga terpaksa bertahan dengan pasokan terbatas. Rumah sakit melaporkan kekurangan pasokan medis penting, termasuk bahan bakar untuk generator listrik, sehingga mengancam keselamatan pasien kritis.
Ratusan Ribu Keluarga Telantar di Jalanan
Selain menghambat bantuan logistik, Israel juga belum mengizinkan masuknya lebih dari 300.000 unit tenda dan rumah mobil yang seharusnya digunakan untuk menampung pengungsi.
Akibatnya, sekitar 288.000 keluarga Palestina kini hidup di jalanan dan area publik tanpa perlindungan dari cuaca ekstrem.
“Gencatan senjata seharusnya memberi ruang bagi warga untuk bernapas, bukan membuat mereka mati perlahan,” kata Thawabteh.
Perlintasan Rafah di Bawah Kendali Penuh Israel
Sejak Mei 2024, Israel mengambil kendali penuh atas perbatasan Rafah setelah menghancurkan bangunan dan infrastruktur di kawasan itu. Warga Palestina dilarang melintasi perbatasan, termasuk pasien gawat darurat yang seharusnya bisa dievakuasi ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan medis.
Langkah tersebut memperparah kondisi ribuan pasien dan memperlambat proses pemulihan pasca-konflik. Organisasi kemanusiaan internasional menilai, penutupan Rafah melanggar prinsip dasar hukum internasional tentang perlindungan warga sipil di wilayah konflik.
Gaza di Ambang Kehancuran Total
Kantor Media Gaza juga melaporkan bahwa sekitar 90 persen infrastruktur sipil di Jalur Gaza telah hancur, mulai dari rumah sakit, sekolah, hingga jaringan air bersih. Nilai kerugian awal diperkirakan mencapai 70 miliar dolar AS.
Sementara dunia berharap gencatan senjata dapat menjadi jalan menuju pemulihan, kenyataannya blokade Israel justru mengubah Gaza menjadi penjara terbuka. Tanpa akses bantuan dan kebebasan bergerak, warga sipil kini berhadapan dengan ancaman kelaparan, penyakit, dan kehilangan harapan.
“Selama perlintasan Rafah tetap ditutup dan bantuan dihalangi, gencatan senjata ini tak lebih dari ilusi perdamaian di tengah reruntuhan,” ujar Thawabteh.
Editor: Anton Suhartono