Jenderal Min Aung Hlaing Janjikan Pemilu Myanmar yang Demokratis Pascakudeta
YANGON, iNews.id - Pemimpin Myanmar hasil kudeta Min Aung Hlaing menegaskan segera menggelar pemilu untuk mengisi kepemimpinan setelah penggulingan Aung San Suu Kyi pada Senin pekan lalu.
Pernyataan itu disampaikan Min dalam pidato pertamanya kepada publik melalui televisi pada Senin (8/2/2021) setelah puluhan ribu warga Myanmar berunjuk rasa di penjuru negeri menentang kudeta.
Min tidak menyebutkan kapan pemilu akan diadakan, namun justru kembali menegaskan pemilu yang digelar pada November 2020 dan dimenangkan oleh partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), curang.
Dia menuduh komisi pemilihan umum memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk mencegah kampanye yang adil.
Untuk saat ini, kata Min, pemerintahannya akan memberlakukan sistem demokrasi yang benar dan disiplin, berbeda dengan era pemerintahan junta militer sebelumnya.
"Kami akan mengadakan pemilu multipartai dan kami akan menyerahkan kekuasaan kepada yang menang dalam pemilu itu, sesuai aturan demokrasi," ujarnya, dikutip dari Reuters, Selasa (9/2/2021).
Sementara itu unjuk rasa besar-besaran kembali berlangsung pada Senin di penjuru negeri. Di Ibu Kota Naypyitaw, massa meneriakkan slogan-slogan anti-kudeta dan mengatakan kepada polisi bahwa mereka harus melayani rakyat bukan militer.
Polisi merespons dengan menembakkan water cannon ke pengunjuk rasa. Petugas juga mengancam akan menembak demonstran jika tidak bubar, meski demikian unjuk rasa berakhir tanpa pertumpahan darah.
Pegawai negeri sipil, dokter, dan guru, ikut mendukung seruan pembangkangan sipil dan pemogokan.
"Kami meminta staf pemerintah dari semua departemen untuk tidak bekerja mulai Senin," kata aktivis Min Ko Naing, seorang veteran demonstrasi 1988.
Kedutaan Besar Amerika Serikat mendapat laporan pemerintah memberlakukan jam malam di Yangon dan Mandalay mulai pukul 20.00 sampai 04.00 waktu setempat.
Editor: Anton Suhartono