Jepang Diteror Ratusan Telepon Misterius sejak Buang Air Radiaoktif, Panggil Dubes China
TOKYO, iNews.id - Jepang mulai gerah dengan sikap China terkait pembuangan air radioaktif PLTN Fukushima pekan lalu. Jepang membuang air radioaktif nuklir dari PLTN yang rusak akibat gempa bumi dan tsunami 2011 ke Samudera Pasifik karena terbatasnya wadah penampungan.
Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Masataka Okano memanggil duta besar (dubes) China di Tokyo, Senin (28/8/2023). Jepang menyesalkan pernyataan-pernyataan dari China dalam percakapan telepon yang ditujukan kepada beberapa instisusi yang dikategorikan sudah melecehkan.
"Banyak panggilan telepon bernada pelecehan yang diyakini berasal dari China terhadap Jepang. Perkembangan ini sangat disesalkan dan kami prihatin," ujar Kepala Sekretaris Kabinet, Hirokazu Matsuno, dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters.
Sementara itu Kemeneterian Luar Negeri (Kemlu) Jepang menyatakan, muncul seruan yang mengganggu fasilitas-fasilitas Jepang di China. Oleh karena itu, Kemlu Jepang mendesak pemerintah segera mengambil tindakan yang sesuai serta memastikan keselamatan warganya di China.
Faktor juga yang menjadi alasan bagi Kemlu Jepang untuk memanggil dubes China.
Balai kota Fukushima mendapat panggilan telepon dari pihak dengan kode negara +86, yaitu China, sejak Kamis (24/8/2023). Tanggal tersebut merupakan hari pertama pembuangan air radioaktif nuklir PTN Fukushima ke laut.
Ada lebih dari 200 panggilan telepon ke balai kota pada hari berikutnya yang mengganggu tugas sehari-hari pegawai pemerintah kota.Pada hari yang sama, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di kota tersebut juga mendapat 65 panggilan telepon serupa.
Seoseorang yang bisa bahasa Mandarin menerima telepon tersebut. Seorang pejabat pemerintah Fukushima mengatakan, dari percakapan itu diketahui, sang penelepon mengatakan, "Mengapa Anda membuang air yang tercemar ke Samudera Pasifik, laut bagi semua orang."
Kota-kota lain, hotel, serta restoran juga menerima panggilan serupa sejak dimulainya pembuangan air radioaktif.
Editor: Anton Suhartono