Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 2 Kali Menjabat, Bisakah Donald Trump Ikut Pilpres AS Lagi?
Advertisement . Scroll to see content

Jika Jadi Presiden AS, Kamala Harris Bakal Lebih Keras terhadap Israel daripada Joe Biden?

Senin, 22 Juli 2024 - 11:25:00 WIB
Jika Jadi Presiden AS, Kamala Harris Bakal Lebih Keras terhadap Israel daripada Joe Biden?
Wakil Presiden Kamala Harris berada di urutan teratas nominasi Partai Demokrat untuk menjadi calon presiden menggantikan Joe Biden. (Foto: EPA)
Advertisement . Scroll to see content

WASHINGTON DC, iNews.id – Presiden AS Joe Biden mendukung wakilnya, Kamala Harris, untuk menggantikannya sebagai calon presiden AS dari Partai Demokrat. Lalu seperti apa sepak terjang perempuan itu selama mendampingi Biden memimpin Amerika 3,5 tahun terakhir? Dan seperti apa kira-kira proyeksi kebijakannya jika terpilih jadi orang nomor satu di negeri Paman Sam?

Para analis politik AS mengatakan, Harris tampkanya akan tetap berpegang pada pedoman kebijakan luar negeri Joe Biden mengenai isu-isu utama seperti Ukraina, China, dan Iran. Akan tetapi, dia dapat memberikan sikap yang lebih keras terhadap Israel terkait perang di Gaza jika berhasil mendapat tiket pencapresan dari Demokrat dan memenangkan Pilpres AS 2024.

Harris menjadi kandidat teratas untuk memperoleh nominasi dari Demokrat setelah Biden keluar dari pencalonannya Minggu (21/7/2024). Apalagi, sang presiden petahana juga secara terbuka memberikan dukungannya kepada politikus perempuan berdarah India itu.

Hal yang menguntungkan bagi Harris adalah, dia memiliki pengalaman kerja, hubungan pribadi, yang terjalin dengan para pemimpin dunia, dan pemahaman tentang urusan global yang diperoleh selama menjadi senator dan orang nomor dua di bawah komando Biden. Akan tetapi, jika melawan capres dari Partai Republik, Donald Trump, perempuan itu juga akan menghadapi kerentanan besar, yaitu situasi sulit di perbatasan AS-Meksiko yang telah menyusahkan Biden dan menjadi isu utama dalam kampanyenya. 

Dalam berbagai prioritas global, kata para analis, kepresidenan Harris akan menyerupai pemerintahan Biden. “Dia mungkin seorang pemain yang lebih energik (daripada Biden), tetapi ada satu hal yang tidak boleh Anda harapkan–adanya perubahan besar dalam substansi kebijakan luar negeri Biden,” kata mantan negosiator AS untuk Timur Tengah, Aaron David Miller.

Soal kebijakan luar negeri itu, Harris sendiri telah memberi isyarat. Sebagai contoh, dia tidak akan menyimpang dari loyalitas Biden terhadap Organisasi Pakta Atlantik Utara (NATO) dan akan terus mendukung Ukraina dalam melawan Rusia. Sikap ini sangat kontras dengan janji Donald Trump untuk mengubah hubungan AS dengan aliansi militer tersebut secara mendasar, serta kemungkinannya untuk menyetop pasokan senjata ke Kiev di masa mendatang.

Mulai dikenal dunia

Jika Harris jadi diusung sebagai capres, Partai Demokrat berharap perempuan itu akan lebih efektif dalam mengomunikasikan tujuan kebijakan luar negerinya. Dan pada paruh kedua masa jabatan Biden, dia elah meningkatkan profilnya dalam berbagai isu mulai dari China, Rusia, hingga Gaza. Harris pun menjadi sosok yang dikenal oleh banyak pemimpin dunia.

Pada Konferensi Keamanan Munich tahun ini, dia menyampaikan pidato keras yang mengecam Rusia atas agresi militer ke Ukraina. Dia juga berjanji bahwa AS akan menghormati persyaratan Pasal 5 NATO untuk saling membela diri.

Mengenai China, Harris telah lama memposisikan dirinya dalam arus utama bipartisan Washington mengenai perlunya AS melawan pengaruh China, khususnya di Asia. Para analis menduga dia akan mempertahankan sikap Biden untuk menghadapi Beijing bila diperlukan sambil juga mencari bidang kerja sama.

Harris juga telah melakukan beberapa kunjungan kerja luar negeri untuk meningkatkan hubungan di kawasan yang dinamis secara ekonomi. Ini termasuk kunjungannya ke Jakarta pada September lalu. Pada waktu itu, Harris menggantikan Biden menghadiri KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Selama kunjungan tersebut, Harris menuduh China mencoba memaksa negara-negara tetangga yang lebih kecil untuk mengajukan klaim teritorialnya di Laut China Selatan yang disengketakan.

Biden juga mengirim Harris dalam perjalanan untuk memperkuat aliansi dengan Jepang dan Korea Selatan, sekutu utama yang mempunyai alasan untuk khawatir tentang komitmen Trump terhadap keamanan mereka.

“Dia menunjukkan kepada kawasan bahwa dia antusias untuk mempromosikan fokus Biden pada Indo-Pasifik,” ujar peneliti senior Program Asia Tenggara di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, Murray Hiebert.

Meskipun tidak bisa menandingi kemampuan diplomatis yang telah dikembangkan Biden selama beberapa dekade, Harris dianggap Hiebert telah bekerja dengan baik dalam menyampaikan kebijakan luar negeri AS kepada komunitas internasional.

Namun, seperti Biden, Harris kadang-kadang juga rawan salah ucap. Insiden “keselip lidah” itu salah satunya terjadi ketika dia melakukan tur Zona Demiliterisasi antara Korea Selatan dan Korea Utara pada September 2022. Harris secara keliru menyebut-nyebut “aliansi AS dengan Republik Korea Utara”—yang kemudian dikoreksi oleh para ajudannya. Padahal, ketika iut dia bermaksud untuk menegaskan kembali dukungan Washington DC terhadap Seoul.

Penanganan konflik Palestina-Israel

Jika Harris berhasil menjadi bos Gedung Putih, para analis memperikirakan konflik Palestina-Israel akan menjadi agenda utamanya, terutama jika perang Gaza masih berkecamuk. Meskipun sebagai wakil presiden dia sebagian besar senada dengan Biden yang secara tegas mendukung “hak” Israel untuk mempertahankan diri menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, perempuan itu kadang-kadang melangkah lebih maju daripada presiden itu sendiri dalam mengkritik pendekatan militer zionis.

Pada Maret, dia secara blak-blakan mengkritik Israel, dengan mengatakan bahwa Israel tidak berbuat banyak untuk meringankan bencana kemanusiaan selama berlangsungnya operasi serangan darat zionis di Jalur Gaza. Belakangan pada bulan itu, dia juga mengatakan bahwa AS tidak menutup peluang untuk memberi sanksi Israel jika militer mereka melancarkan invasi besar-besaran ke Kota Rafah yang dipenuhi pengungsi di Jalu Gaza Selatan.

Pernyataan seperti itu telah meningkatkan kemungkinan bahwa Harris, sebagai presiden, mungkin akan mengambil retorika yang lebih keras terhadap Israel dibandingkan Biden. Meskipun Biden memiliki sejarah panjang dengan para pemimpin Israel dan bahkan menyebut dirinya seorang “zionis”, Harris tidak memiliki hubungan pribadi yang mendalam dengan negara Yahudi itu.

Dia menjalin hubungan lebih dekat dengan kelompok progresif Partai Demokrat, yang beberapa di antaranya telah menekan Biden untuk memberikan persyaratan pada pengiriman senjata AS ke Israel karena kekhawatiran akan tingginya korban sipil Palestina dalam konflik Gaza. Namun para analis memperkirakan tidak akan ada perubahan besar dalam kebijakan AS terhadap Israel, sekutu terdekat Washington DC di Timur Tengah.

Hal itu diungkapkan oleh Halie Soifer, penasihat keamanan nasional Harris selama dua tahun pertama saat sang wapres masih manjadi senator di Kongres AS dari 2017 hingga 2018. Dia mengatakan, dukungan Harris terhadap Israel sama kuatnya dengan dukungan Biden. “Benar-benar tidak ada cahaya matahari yang bisa ditemukan di antara keduanya,” ujarnya.

Editor: Ahmad Islamy Jamil

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut