Katak Purba dari Masa Prasejarah Muncul Setelah 99 Juta Tahun
NAYPYIDAW, iNews.id - Dunia yang hilang selama hampir 100 juta tahun mungkin bisa terungkap sebagian, berkat empat ekor katak. Keempat katak itu terperangkap selama 99 juta tahun dalam cairan resin (getah) amber atau damar yang kemudian menjadi batu yang tembus pandang.
Getah pepohonan yang lengket itu memerangkap dan mengawetkan makhluk-makhluk mungil itu sejak akhir Zaman Dinosaurus. Keempat fosil memberikan jendela baru tentang dunia ketika katak dan kodok masih berevolusi di hutan hujan.
Para ahli paleontologi menganggap 'batu' amber dari Myanmar, yang di dalamnya terdapat kulit, sisik, bulu, atau bahkan katak utuh, sebagai harta karun.
Penampakan katak purba 99 juta tahun lalu dalam rekaan seniman. (Foto: doc. Damir G Martin)
Peneliti dari China University of Geosciences Beijing, Lida Xing, mengatakan, penemuan itu merupakan keajaiban.
"Di China, katak, kadal, dan kalajengking disebut tiga harta karun amber," kata Xing, kepada BBC News.
"Fosil kuning ini memberikan bukti langsung bahwa katak menghuni hutan tropis sebelum peristiwa kepunahan massal pada akhir zaman kapur, atau Cretaceous," ujarnya.
Fosil yang merekam mahluk amfibi yang paling awal, kata Xing, sangatlah langka. Karenanya, penemuan tersebut luar biasa berharga untuk sains.
Rekan Xing, David Blackburn dari University of Florida, mengatakan apabila suatu mahluk berukuran kecil dan tinggal di hutan tropis, maka kemungkinan untuk berakhir sebagai fosil sangat rendah.
"Katak sudah ada di muka bumi selama sekitar 200 juta tahun. Sudah berapa lama mereka menghuni hutan basah ini? Apakah ini fenomena baru atau gejala purba? Fosil katak dalam amber ini menunjukkan, keterkaitan katak dengan hutan hujan sudah berlangsung setidaknya sejak 100 juta tahun yang lalu," ujar Blakcburn.
Katak purba ini menghuni hutan tropis sebelum peristiwa kepunahan massal pada akhir zaman kapur. (Foto: doc. Lida Xing)
Keempat spesimen itu memberikan rekaman kehidupan di hutan-hutan yang kini merupakan negara bagian Kachin, Myanmar, selama zaman kapur. Oleh para peneliti, katak-katak itu dinamai Limana Electrorana.
Mereka juga menemukan berbagai tanaman, laba-laba, dan serangga.
Bahkan ada moluska laut, yang menunjukkan pada waktu itu katak sudah hidup di ekosistem hutan tropis yang lembab dan hangat, yang memiliki danau air tawar.
Penliti dari Oxford Museum of Natural History, Ricardo Perez De La Fuente, mengatakan setiap temuan baru akan menambah potongan baru teka-teki.
"Spesies katak baru adalah bagian yang relevan dari teka-teki yang menarik ini, pemangsa potensial yang utama dari serangga fosil yang saya dan rekan sekalian pelajari secara sangat tekun," ucap La Fuente.
Electrorana ini memiliki kemiripan dengan katak dan kodok modern, termasuk kodok api dan kodok bidan.
Editor: Nathania Riris Michico