Klinik Swiss Kritik Australia karena Tolak Suntik Mati Pria 104 Tahun
BASEL, iNews.id - Klinik di Basel, Swiss, yang akan menyuntik mati ilmuwan David Goodall, mengkritik Pemerintah Australia karena tak memberi izin kliennya untuk di-euthanasia di negara asalnya.
Pria berusia 104 tahun itu harus terbang ke Swiss untuk mengakhiri hidup karena aturan di Australia melarang euthanasia bagi orang yang tak terancam jiwanya akibat sakit. Goodall ingin mengakhiri hidup karena merasa lelah, selain faktor kesehatan akibat faktor usia.
"Karena dia tidak sakit parah, dia harus ke Swiss," kata Ruedi Habegger, salah seorang pendiri Eternal Spirit, yayasan di Swiss yang membantu siapa pun yang ingin mengakhiri hidup, dikutip dari AFP, Minggu (6/5/2018).
Habegger menilai, larangan untuk menyetujui orang meninggal merupakan kekejaman.
"Ini adalah kekejaman. Orang tua ini harus bisa mati di tempat tidur rumahnya, seperti yang bisa kami lakukan di Swiss," katanya.
Goodall akan disuntik mati di Eternal Spirit, dekat Kota Basel, pada 10 Mei.
Membantu orang mengakhiri hidup tanpa alasan medis yang kuat merupakan tindakan ilegal di banyak negara. Australia melarang praktik ini. Pada tahun lalu, Victoria menjadi negara bagian pertama yang melegalkan euthanasia. Namun hanya pasien sakit parah yang sudah divonis dokter hanya bisa bertahan di bawah enam bulan yang diizinkan. Undang-undang yang mengatur euthanasia di Victoria juga baru berlaku pada Juni 2019.
Sementara itu, menurut aturan di Swiss, siapa pun yang sehat jasmani dan punya keinginan kuat untuk mengakhiri hidup secara konsisten dalam satu periode tertentu diperbolehkan menjalani proses kematian sukarela atau AVD.
Eternal Spirit melayani 80 kasus AVD setiap tahun. Para klien umumnya orang tua yang tak sakit parah, orang sakit, serta orang yang mengalami rasa sakit terus menerus akibat kecelakaan atau apa pun. Jika dirata-rata, orang yang menjalani AVD di Eternal Spirit berusia 76 tahun, dengan rentang antara 32 hingga 99 tahun. Jika Goodall jadi disuntik mati, maka dia menjadi yang tertua.
Editor: Anton Suhartono