Latihan Perang Filipina dan AS Tenggelamkan Kapal Perang Musuh, Peringatan bagi China?
SAN ANTONIO, iNews.id - Militer Filipina dan Amerika Serikat (AS) menggelar latihan perang gabungan. Latihan tersebut menembakkan rudal ke kapal musuh tiruan di Laut China Selatan yang menenggelamkannya, Rabu (26/4/2023).
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menyaksikan langsung penembakan tersebut yang dilakukan di Provinsi Zambales. Lokasi itu hanya beberapa jam dari perairan yang disengketakan Filipina dan China, Scarborough Shoal.
Rudal diluncurkan dari kendaraan Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) ke kapal perang korvet yang sudah tak beroperasi.
Marcos, didampingi menteri pertahanan dan panglima angkatan bersenjata Filipina, juga sempat menaiki dan memeriksa kendaraan HIMARS di pangkalan Angkatan Laut (AL) San Antonio. Setelah itu dia menyaksikan langsung peluncurannya melalui teropong dan layar televisi.
Ini merupakan kali pertama latihan perang tahunan Filipina-AS bertajuk Balikatan itu menampilkan penembakan rudal ke laut.
Meski demikian, militer kedua negara menegaskan, latihan yang digelar di seluruh wilayah Filipina itu tidak ditujukan untuk negara mana pun.
Latihan besar-besaran yang berakhir pada Jumat itu melibatkan 17.000 personel. Ini mengindikasikan hidupnya kembali hubungan militer kedua negara yang sempat terganjal pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte.
“Aliansi ini masih hidup,” kata juru bicara Balikatan, Michael Logico, dikutip dari Reuters.
Latihan ini berlangsung sepekan sebelum Marcos bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di Washington DC. Kedua pemimpin akan membahas Perjanjian Pertahanan Bersama 1951 yang akan dikembangkan untuk merespons semakin memanasnya ketegangan di kawasan, terutama terkait sengketa dengan China.
Sementara itu China mengkritik latihan perang tersebut. Latihan itu digelar sebagai respons atas apa yang disebut Filipina sebagai tindakan agresif China di Laut China Selatan.
China menegaskan aliansi AS-Filipina tidak boleh ikut campur dalam sengketa laut atau bisa membahayakan kedaulatan teritorial dan kepentingan keamanan China.
Editor: Anton Suhartono