Lebih dari 90 Orang Tewas dalam Demo Tolak Jabatan Presiden Tiga Periode
GUINEA, iNews.id - Lebih dari 90 orang tewas dalam aksi demonstrasi menentang Presiden Guinea, Alpha Conde, yang berusaha melanggengkan kekuasaannya dengan cara kontroversial.
Alpha Conde mengajukan diri untuk dipilih kembali sebagai presiden pada pemilu 18 Oktober mendatang. Sebelumnya, pada Maret lalu politikus 82 tahun mendorong parlemen mengesahkan konstitusi baru yang menurut kritikus dirancang untuk menghindari batas dua periode masa jabatan presiden negara Afrika barat itu.
Opsisi yang menentang ambisi Conde menduduki kursi presiden untuk ketiga kalinya secara beruntun memicu gelombang aksi unjuk rasa sejak pertengahan Oktober tahun lalu. Puluhan ribu warga ikut dalam aksi demo yang kerap berujung bentrokan. Referendum konstitusi pada bulan Maret juga diwarnai oleh kekerasan.
Senin (12/10/2020) kemarin, koalisi anti-Conde FNDC membeberkan 92 orang demonstran tewas selama gelombang unjuk rasa menolak kelanjutan pemerintahan Conde.
Front Nasional Pembela Konstitusi menyebut sebanyak 45 pengunjuk rasa ditembak mati, dan delapan lainnya masih hilang.
Menteri Keamanan Guinea, Albert Damantang Camara, menolak laporan FDNC tersebut. Albert menuding laporan itu sebagai cara oposisi mendelegitimasi pemerintahan Conde.
"Ada korban tewas akibat kekerasan yang kami sesali, dan kami tengah bekerja untuk memastikan ini tidak terulang," kata Albert dikutip dari AFP, Selasa (13/10/2020).
"Tetapi sangat mengejutkan jika jumlah yang tewas sampai 92 orang," lanjutnya.
Menteri Albert menolak dikatakan banyaknya korban tewas akibat kekerasan pasukan keamanan. Dia menyebut kemungkinan korban berjatuhan dalam bentrokan antara massa pendukung dan penentang Presiden Conde.
Kelompok hak asasi menuduh Conde--yang juga mantan tokoh oposisi--terseret ke otoritarinisme.
Amnesty International dalam laporan yang diterbitkan pada 1 Oktober menyalahkan pasukan keamanan Guines karena membunuh sedikitnya 50 pengunjuk rasa dan mendesak pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku.
Editor: Arif Budiwinarto