NEW YORK, iNews.id – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Kamis (21/3/2024) dengan suara bulat mengesahkan resolusi global pertama mengenai kecerdasan buatan (AI). Resolusi itu bertujuan untuk mendorong negara-negara menjaga hak asasi manusia (HAM), melindungi data pribadi, dan memantau risiko AI.
Resolusi yang tidak mengikat tersebut diusulkan oleh Amerika Serikat dan disponsori bersama oleh China dan 122 negara lainnya. “Hari ini, seluruh 193 anggota Majelis Umum PBB telah berbicara dalam satu suara, dan bersama-sama, memilih untuk mengatur kecerdasan buatan dibandingkan dengan membiarkan kecerdasan buatan mengatur kita,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, seperti dikutip Reuters, Jumat (22/3/2024) WIB.
Ledakan Dahsyat Luluh Lantakkan Red Fort Delhi dan Tewaskan 9 Orang, India Selidiki Dugaan Serangan Teroris
Resolusi itu muncul di tengah kekhawatiran global bahwa AI dapat digunakan untuk mengganggu proses demokrasi, meningkatkan penipuan, atau menyebabkan hilangnya lapangan kerja secara drastis, di samping berbagai dampak buruk lainnya.
Pada November lalu, AS, Inggris, dan belasan negara lainnya meluncurkan perjanjian internasional pertama yang terperinci tentang cara menjaga kecerdasan buatan tetap aman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Perjanjian itu juga mendorong setiap perusahaan untuk menciptakan sistem AI yang dirancang secara aman.
Elon Musk: Kecerdasan Buatan Bakal Lebih Pintar dari Seluruh Umat Manusia pada 2029
Eropa lebih maju dibandingkan Amerika Serikat dalam hal mendorong pengawasan terhadap penggunaan AI. Para anggota Parlemen Uni Eropa bulan ini telah mengesahkan perjanjian sementara untuk mengawasi teknologi tersebut. Sementara Pemerintah AS telah mendesak Kongres untuk menerapkan peraturan AI. Akan tetapi, Kongres AS yang terpolarisasi oleh dua kekuatan (kubu Republik dan Demokrat) hanya menghasilkan sedikit kemajuan mengenai hal itu.
Kendati demikian, Gedung Putih sudah berupaya mengurangi risiko AI terhadap konsumen, pekerja, dan kelompok minoritas sambil memperkuat keamanan nasional melalui instruksi presiden yang dikeluarkan pada Oktober lalu.
Mantan Petinggi OpenAI Nilai Kecerdasan Buatan sebagai Anugerah, Tak Ada Bukti Ingin Membunuh Manusia
Ketika ditanya apakah ada suara yang menentang ketika resolusi itu dibuat, para pejabat di Majelis Umum PBB tak menampiknya. Mereka mengakui bahwa ada banyak perbincangan yang memanas selama proses negosiasi. “Namun kami secara aktif terlibat dengan China, Rusia, Kuba, dan negara-negara lain yang sering kali tidak sepaham dengan kami dalam berbagai permasalahan,” kata salah satu pejabat yang berbicara secara anonim.
“Kami percaya resolusi ini memberikan keseimbangan yang tepat antara memajukan pembangunan, sambil terus melindungi hak asasi manusia,” ucapnya.
NATO Waspadai Penggunaan Kecerdasan Buatan untuk Ganggu Pemilu
Seperti pemerintah di seluruh dunia, para pejabat China dan Rusia sangat antusias menjajaki penggunaan alat AI untuk berbagai tujuan. Bulan lalu, Microsoft mengatakan telah menangkap peretas dari kedua negara yang menggunakan perangkat lunak OpenAI yang didukung Microsoft untuk mengasah keterampilan spionase mereka.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku