Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Indonesia Diprediksi Kehilangan 41 Medali di Emas SEA Games 2025, Kok Bisa?
Advertisement . Scroll to see content

Medali Emas Olimpiade Tokyo 2020 Didulang dari Limbah Elektronik

Selasa, 11 Desember 2018 - 08:22:00 WIB
Medali Emas Olimpiade Tokyo 2020 Didulang dari Limbah Elektronik
Atlet yang meraih medali emas saat Olimpiade Rio 2016 lalu. (Foto:MARTIN BUREAU/AFP PHOTO)
Advertisement . Scroll to see content

TOKYO, iNews.id - Keunikan menanti ketika para atlet yang berlaga dalam Olimpiade Tokyo 2020 menerima medali. Logam yang akan menggantung pada leher mereka bakal dibuat dari berbagai telepon seluler bekas yang dipakai jutaan warga Jepang.

Menurut rencana, sebanyak 5.000 medali emas, perak, dan perunggu akan didulang dari limbah elektronik sebagai bagian dari komitmen Jepang dalam menggunakan materi daur ulang.

Limbah elektronik (e-waste) yang mencakup baterai bekas hingga telepon seluler, merupakan salah satu jenis sampah domestik paling banyak di dunia saat ini.

Limbah jenis ini memang sangat beracun, tapi juga tergolong sebagai 'tambang urban' mengingat banyak logam berharga terkandung pada barang-barang elektronik.

Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 melihat fakta ini sebagai kesempatan. Mereka kemudian mengundang warga Jepang menyumbangkan ponsel bekas dan barang elektronik usang lainnya.

Melalui cara ini, warga dapat membuang limbah elektronik dengan aman, di sisi lain pembuat medali mendapat pasokan sumber daya.

Kurang dari setahun sejak proyek pengumpulan dimulai pada April lalu, panitia Olimpiade mendapat 16,5 kilogram emas (54,5 persen dari target seberat 30,3 kg) dan 1.800 kg perak (43,9 persen dari target seberat 4.100 kg).

Adapun target pengumpulan untuk perunggu seberat 2.700 kg sudah tercapai.

"Inisiatif ini menjadi kesempatan bagi orang-orang di seantero negeri untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Tokyo 2020," sebut juru bicara panitia Tokyo 2020, Masa Takaya, kepada BBC Future.

Proyek ini juga mencerminkan harapan dalam perjuangan mengatasi limbah elektronik.

Data PBB menyebutkan, masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton limbah elektronik pada 2016, angka yang terus menanjak antara 3 hingga 4 persen setiap tahun.

Sebagai gambaran, jika Anda menumpahkan seluruh limbah itu ke truk-truk berbobot 40 ton dan memiliki 18 roda, diperlukan 1,23 juta unit truk untuk menampungnya—cukup untuk memadati jalan dua lajur antara Paris dan Singapura.

Hingga 2021, jumlah limbah elektronik diperkirakan mencapai 52 juta ton.

Sebagian besar limbah ini tidak pernah sampai ke pusat pengolahan, baik itu di Jepang maupun di tempat lain.

Laporan PBB memperkirakan, hanya 20 persen dari barang elektronik usang yang berhasil didaur ulang. Sisanya memenuhi tempat pembuangan akhir, berlalu lalang dari satu negara ke negara lain (biasanya dari negara kaya ke negara kurang berkembang), atau berdebu di laci rumah.

Dari sudut pandang ekologi, fakta ini jelas buruk karena bahan beracun yang terkandung pada barang elektronik mencemari tanah dan air jika tidak ditangani secara benar. Adapun bagi negara miskin tambang, barang elektronik usang yang tidak diolah justru amat disayangkan.

"Jepang adalah negara miskin sumber daya alam dan mereka tidak punya peluang lain untuk memperoleh sumber daya yang jarang dan berharga selain mendulang sampah," kata Ruediger Kuehr, pakar limbah elektronik dari PBB.

Dalam beberapa kasus, menurut Maria Holuszko selaku asisten profesor dari Universitas British Columbia, nilai satu ton material yang didulang dari limbah elektronik mencapai 100 kali lipat dari material serupa yang didapat dari penambangan konvensional.

Contohnya, terdapat tiga hingga empat gram emas dari satu ton biji logam yang didapatkan dari tambang. Sedangkan dari satu ton telepon seluler ada sebanyak 350 gram emas.

Penambangan barang elektronik ini tidak hanya mengatasi limbah elektronik, tapi juga mengurangi penambangan konvensional dari tambang.

Holuszko memperkirakan penambangan barang elektronik bisa memenuhi 25 hingga 30 persen permintaan emas dari seluruh dunia.

"Statistik langsung menunjukkan bahwa ada peluang bisnis," kata Holuszko, yang turut mendirikan Pusat Inovasi Penambangan Urban di Universitas British Columbia.

Penggunaan materi daur ulang untuk membuat medali bukan pertama kalinya terjadi di Olimpiade Tokyo 2020.

Hampir 30 persen bahan medali perak dalam Olimpiade Rio 2016 didapat dari cermin usang, solder bekas, plat sinar-X. Adapun 40 persen logam tembaga yang digunakan untuk membuat medali perunggu didapat dari sampah baru.

Kemudian, pada Olimpiade Musim Dingin di Vancouver pada 2010, sebanyak 1,5 persen kebutuhan logam untuk pembuatan medali didapat dari logam daur ulang di Belgia.

Upaya panitia Olimpiade Tokyo 2020 unik dalam dua hal. Pertama, mereka bertujuan menghasilkan semua medali dari 100 persen materi daur ulang. Kedua, materi tersebut didapat hanya dari limbah elektronik warga Jepang.

Iktikad itu mendapat sokongan dari warga Jepang. Hingga Juni 2018, toko-toko ponsel mengumpulkan 4,32 juta ponsel bekas dari sumbangan publik. Kemudian pemeritah daerah menerima sekitar 34.000 ton perangkat elektronik ukuran kecil.

"Saya membawa lima ponsel usang yang sudah tidak saya gunakan," ujar seorang perempuan lansia Jepang dalam rekaman video yang diproduksi Kementerian Luar Negeri Jepang.

"Senang rasanya menjadi bagian dari Olimpiade," tambahnya.

Dari 35 hingga 40 ponsel, sebanyak satu gram emas bisa didulang. Jumlah tersebut merupakan seperenam dari medali emas seberat enam gram yang ditentukan Komite Olimpiade Internasional.

Ikhtiar untuk mendapatkan logam-logam tersebut menarik banyak perhatian dari sejumlah kalangan. Beberapa peraih medali emas dalam Olimpiade-Olimpiade sebelumnya menyumbangkan gawai lama mereka.

Bahkan, Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, urun serta saat mengunjungi Tokyo pada 2017.

Bagaimanapun, kesuksesan proyek medali ini merupakan simbolis dan hanya akan merujuk salah satu tantangan besar kesinambungan dalam Olimpiade.

Barang elektronik yang dikumpulkan sejauh ini mewakili kurang dari 3 persen limbah elektronik tahunan Jepang. PBB memperkirakan jumlahnya mencapai dua juta ton.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut