Mengenal Kukri, Pisau Pasukan Gurkha yang Wajib Berlumur Darah Setelah Dicabut dari Sarung
JAKARTA, iNews.id - Pasukan Gurkha dibekali kukri, pisau untuk tarung jarak dekat dengan musuh. Konon, pisau ini wajib mendapat korban atau berlumur darah begitu dicabut dari sarungnya.
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pernah menjalani operasi yang berhadapan langsung dengan pasukan elite asal Nepal ini saat konfrontasi dengan Malaysia pada 1960-an. Saat itu Gurkha merupakan pasukan bayaran yang dibawa Inggris, sekutu Malaysia saat konfrontasi dengan Indonesia di Kalimantan.
Gurkha atau Gorkhali merupakan pasukan yang berperang dengan Kongsi Dagang Hindia Timur Britania (East India Company) di tahun 1814. Ketika itu Inggris mendeklarasikan perang terhadap Nepal. Inggris yang terkesan dengan daya juang tentara Gurkha mengajak pasukan ini masuk dalam kesatuan mereka. Selama hampir 200 tahun, pasukan ini bergabung dengan Angkatan Darat Inggris.
Salah satu hal yang menjadi ciri khas pasukan Gurkha adalah kukri, senjata tradisional Nepal. Menurut tradisi asalnya, pisau sepanjang 45 sentimeter ini menggambarkan status sosial dan ekonomi pemilik serta mencerminkan keyakinan spiritual rakyat Nepal. Kurki sebenarnya juga digunakan di negara-negara Asia Selatan termasuk India.
Di Nepal, kukri sebenarnya tidak hanya digunakan sebagai senjata perang, melainkan untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Beberapa aktivitas yang menggunakan pisau ini misalnya memotong kayu, sayuran, bahkan untuk sekadar dibawa ke luar rumah. Oleh karena itu, tak heran jika kukri bisa dimiliki semua warga Nepal.
Namun untuk perang, kukri tentunya sudah mengalami penyesuaian. Keberadaan senjata mematikan ini disadari tentara Inggris saat Perang Anglo-Gurkha yakni pada 1814 sampai 1816. Bahkan kukri telah digunakan sebagai senjata sejak abad ke-7 SM sehingga usianya setidaknya 2.500 tahun.
Bentuk kukri bermacam-macam, ada yang dibuat dengan mata pedang melengkung dengan sudut yang tajam. Ada juga yang memiliki sudut lebih halus. Total panjang mencapai 45 cm dan berat hingga 900 gram, sementara gagangnya terbuat dari kayu, logam, atau tanduk binatang. Proses pembuatan satu kukri dapat memakan waktu hingga satu minggu.
Bilah kukri biasanya memiliki lekukan di bagian pangkal bawah dekat gagang. Ada beberapa alasan untuk ini, seperti membuat darah atau getah jatuh dari mata pisau, tidak menjalar ke gagang yang bisa membuatnya jadi licin.
Alasan lain untuk mengetahui apakah mata pisau sudah tajam saat diasah. Beberapa alasan lainnya adalah sebagai simbol kaki sapi, simbol puting susu mengingat kukri tidak boleh digunakan untuk membunuh sapi hewan yang dipuja umat Hindu, atau digunakan untuk merebut pedang lain saat pertempuran.
Pasukan Gurkha selalu membawa kukri ke setiap medan pertempuran. Konon, begitu keluar dari sarungnya, kukri harus berlumur darah. Jika tidak, pemiliknya harus melukai diri sendiri sebelum memasukkannya ke sarung lagi. Ada juga yang beranggapan ungkapan itu hanya upaya untuk menaku-nakuti musuh. Namun, kekuatan pasukan Gurkha memang tidak bisa diremehkan. Bersama tentara Inggris, lebih dari 200.000 pasukan ikut bertempur dalam Perang Dunia I dan II.
Setelah Perang Dunia II selesai, jumlah pasukan Gurkha menurun drastis, hingga hanya tersisa sekitar 3.500 personel. Banyak pasukan Gurkha yang gugur saat perang dunia hingga menyentuh angka 43.000 jiwa.
Seorang ahli sejarah Inggris, Tony Gould, mengatakan tentara Gurkha merupakan prajurit andal dengan kualitas dan karakter yang menggambarkan petarung sejati. Pasukan Gurkha identik dengan kesadisannya, namun sebenarnya lembut serta berani dan disiplin.
Editor: Anton Suhartono