Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Presiden Prabowo Kunjungi Australia Rabu Lusa, bakal Bertemu PM Albanese
Advertisement . Scroll to see content

Miris, Para Remaja Pecandu Sabu di Australia Jadi Mangsa Predator Seks

Rabu, 19 Desember 2018 - 12:26:00 WIB
Miris, Para Remaja Pecandu Sabu di Australia Jadi Mangsa Predator Seks
Kawasan dekat stasiun Belconnen dikenal sebagai tempat remaja menggunakan sabu. (Foto: ABC News/Tahlia Roy)
Advertisement . Scroll to see content

CANBERRA, iNews.id - Anak-anak belasan tahun pengguna sabu yang sudah ketagihan parah dan hidup di jalanan Canberra, ibu kota Australia, membiarkan diri mereka dieksploitasi secara seksual oleh orang-orang dewasa.

Demikian menurut para pendamping yang membantu masalah anak-anak muda, yang juga menyebut sabu atau methamphetamine sebagai "ganja baru".

Mereka mengatakan, sekitar setengah anak-anak yang menjadi peserta program rehabilitasi menggunakan narkoba saat berusia di bawah 14 tahun.

Anak-anak peserta program, yang tidak dapat disebutkan nama-namanya, mengakui sabu semakin mudah ditemukan dan beredar dengan mudahnya di kalangan anak-anak seusianya.

Meskipun data statistik penggunaan narkoba di kalangan anak-anak sangatlah kurang, banyak pihak yang sangat prihatin soal kecanduan narkoba yang dihadapi remaja di Canberra.

Salah satu manajer dari program anak muda PCYC Canberra, Matthew James, mengatakan ada perubahan sikap yang mengkhawatirkan soal narkoba.

"Beberapa dari anak-anak ini sekarang menganggapnya sebagai obat yang normal untuk dikonsumsi, padahal 18 bulan lalu mereka akan dikritik oleh teman-temannya karena mengkonsumsi sabu dan disebut pecandu," kata James, seperti dilaporkan ABC News, Rabu (19/12/2018).

Seorang remaja yang mengikuti Program Pengalihan Intensif dari PCYC mengatakan sabu bahkan lebih mudah didapat daripada ganja.

"Saya melihat sabu banyak beredar. Ini merusak beberapa teman saya," katanya.

Dengan sebuah minibus, para pendamping anak-anak muda mengunjungi titik-titik yang dikenal sebagai tempat pengguna sabu di seluruh kawasan Canberra, seperti sejumlah stasiun transit, pusat kota, dan bangunan yang diabaikan atau kumuh di pinggiran kota.

James mengatakan mereka mencari anak-anak usia sekolah yang seringkali hidup di jalanan, tidak memiliki akses ke layanan bantuan dukungan, serta tidak pergi ke sekolah.

James juga menjelaskan remaja yang tidak bisa membeli narkoba, yang kebanyakan terlalu muda untuk bekerja, menjadi mangsa oleh predator seks anak yang mengaku sebagai pengedar narkoba.

"Demi hilangkan kecanduan, mereka akan pergi dan tidur dengan laki-laki yang lebih tua untuk mendapatkan sabu gratis," kata James.

"Mereka akhirnya mencuri mobil, menjadi maling dengan masuk ke rumah orang, melakukan perampokan akan melakukan apa saja demi membeli narkoba."

Remaja-remaja ini juga dilaporkan rela berteman dengan siapa pun untuk mencari jaringan dan koneksi.

"Ada beberapa rumah target di Canberra di mana anak-anak sering melakukan seks untuk ditukar dengan narkoba," ujar Rikki Llyod, rekan kerja James.

Memerangi pengaruh negatif dari mereka yang membahayakan anak-anak menurut mereka menjadi salah satu perjuangan terbesar yang dialami para pendamping anak muda.

Para pendamping anak muda ini pertama-tama membantu langsung anak-anak yang mereka temukan, dengan memberikan makanan dan akses ke layanan bantuan anak.

Layanan ini kemudian dilanjutkan ke pusat PCYC di kawasan Fyshwick, di mana para remaja akan mendapatkan kursus membaca, pendidikan jasmani, pendidikan soal kekerasan dalam rumah tangga, dan manajemen mengatasi amarah.

Menurut James, sekitar 80 persen dari kelompok terakhir yang mengikuti program pernah mengkonsumsi narkoba jenis sabu dan ini membuat beberapa hal jadi sulit.

Namun, meski beberapa anak berakhir di pengadilan sebelum menyelesaikan kursus, James mengatakan sebagian besar yang mendapat rujukan dari polisi menyelesaikan programnya.

Seorang remaja pria mengatakan bagaimana program tersebut mengubah hidupnya.

"Banyak teman saya sekarang berakhir di Bimberi (atau pusat hukum anak-anak muda), jadi saya cukup senang memisahkan diri dari mereka," katanya.

Meski program ini banyak membantu, para pendamping remaja tidak bisa memenuhi semua permintaan. Sampai saat ini ada 130 remaja yang masuk daftar tunggu.

Kepala pemerintahan Kawasan Ibu kota Australia (ACT), Andrew Barr, mengakui banyak yang bisa dilakukan untuk membantu remaja ini.

"Jelas ini bukan hanya masalah di ACT, tapi terjadi di seluruh negeri dan dunia," kata Barr, kepada ABC Radio Canberra.

"Jadi akan adil untuk melihat bahwa kebijakan saat ini tidak mencapai semua yang diharapkan dan itulah mengapa kami merilis strategi baru dan berharap bisa menerapkannya."

Pada Juni 2018, pemerintah ACT meminta masukan dari publik soal rencana aksi strategis mengatasi masalah narkoba, alkohol, dan tembakau.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut