KUALA LUMPUR, iNews.id - Mantan polisi Malaysia yang dihukum karena membunuh model cantik asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, mengklaim bahwa dia bertindak atas perintah wakil perdana menteri Malaysia saat itu, Najib Razak.
Klaim itu langsung ditepis Najib yang dia anggap sebagai konspirasi untuk memfitnahnya.
Trump Akui AS Berupaya Rebut Minyak dan Tanah dari Venezuela
Pelaku, Azilah Hadri, mengungkapkan dalam sebuah surat pernyataan tertanggal 17 Oktober bahwa Najib memerintahkannya untuk menangkap dan membunuh Altantuya—yang Najib gambarkan sebagai mata-mata asing—dengan pesan "tembak untuk membunuh" secara eksplisit pada 2006.
Klaim Hadri itu diungkap Malaysiakini pada Senin (16/12/2019).
"Saya bertanya kepada DPM (wakil perdana menteri) apa yang dia maksud dengan menangkap dan menghancurkan mata-mata asing, dia menjawab; 'Tembak untuk membunuh', dan menunjukkannya dengan 'gerakan menggorok tenggorokan'," kata Hadri, dalam surat pernyataan.
"Ketika ditanya tujuan menghancurkan mata-mata asing dengan bahan peledak, DPM menjawab; 'Buang tubuh mata-mata asing dengan alat peledak untuk menghilangkan jejak dan bahan peledak dapat diperoleh dari gudang UTK (gudang senjata)," lanjut pernyataan tersebut.
UTK mengacu pada Pasukan Aksi Khusus, sebuah korps elite polisi Malaysia.
Azilah Hadri mengajukan pernyataan di Pengadilan Federal untuk meninjau kembali putusan hukuman mati yang dijatuhkan padanya dan pada Sirul Azhar Umar, sesama personel UTK, pada 2015.
Model cantik Altantuya ditembak mati dan tubuhnya diledakkan dengan bahan peledak kelas C4 militer di Shah Alam pada 2006. Menurut laporan media lokal, model Mongolia itu merupakan kekasih Abdul Razak Baginda, seorang analis politik yang jadi penasihat mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak dari 2000 hingga 2008.
Azilah dan Sirul dijatuhi dihukum mati oleh Pengadilan Tinggi Shah Alam pada 2009 karena membunuh Altantuya antara pukul 22.00 pada 19 Oktober 2006 hingga pukul 01.00 pada 20 Oktober 2006.
Pengadilan banding membatalkan putusan Pengadilan Tinggi pada Agustus 2013, tetapi Pengadilan Federal kemudian mengembalikan vonis pada 2015. Sirul diketahui pernah melarikan diri ke Australia.
Dalam pernyataannya, Azilah merinci bagaimana dia bertemu Najib di Pekan, Pahang, dan menerima instruksi lisan untuk melakukan operasi rahasia.
Menurut laporan Malaysiakini, Najib menggambarkan Altantuya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Dalam tanggapan langsung, Najib menepis klaim Azilah dan menuduh bahwa klaim itu sebagai "plot baru" yang diciptakan oleh koalisi Pakatan Haparan (PH) yang berkuasa yang akan membuka jalan bagi penangkapan dan pemenjaraannya, sehingga bisa membungkamnya.
"PH sangat takut dengan label 'pemerintahan satu masa'," kata Najib.
"Oleh karena itu, mereka perlu membuat konspirasi baru lagi untuk menentang dan mencemarkan nama baik saya," lanjut Najib, dalam posting-an di Facebook.
Mantan perdana menteri Malaysia itu, yang diadili karena tuduhan korupsi terkait dengan skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB), menegaskan pembunuhan itu terjadi 13 tahun lalu dan hukuman mati diputuskan oleh pengadilan setelah bertahun-tahun proses.
"Mengapa informasi ini tidak keluar lebih awal, dan baru sekarang, lebih dari satu dekade setelah kematiannya dan hanya setelah 19 bulan (Pakatan) Harapan berkuasa?" tanya Najib ketika wawancara dengan Malaysiakini.
"Saya percaya ini adalah kesepakatan antara pemerintah (Pakatan) Harapan dan Azilah, dengan hukuman mati yang terakhir diubah atau ditunda sebagai imbalannya," ujarnya. "Ini adalah upaya untuk mengalihkan perhatian dan menyerang saya," kata Najib.
Editor: Nathania Riris Michico
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku