Netanyahu Disebut Kirim Tentara Israel ke Gaza untuk Jadi Bulan-bulanan Hamas
GAZA, iNews.id – Kritik terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu semakin menguat setelah laporan tewasnya tujuh tentara Israel dalam serangan Hamas di Khan Younis, Gaza Selatan. Insiden tragis tersebut memicu kemarahan publik dan memperkuat tuduhan bahwa Netanyahu telah meninggalkan tentaranya di lapangan, menjadikan mereka bulan-bulanan milisi Palestina.
Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid secara terbuka menyebut bahwa Netanyahu telah kalah perang di Jalur Gaza. Ia menilai operasi militer Israel telah mencapai jalan buntu dan memperpanjang konflik hanya akan menambah korban jiwa tanpa hasil strategi yang jelas.
"Apa yang kita lakukan di Gaza tidak berhasil. Perang telah mencapai jalan buntu. Sudah waktunya untuk mengakhiri perang," ujar Lapid, melalui akun media sosial X, dikutip Jumat (27/6/2025).
Lapid bahkan secara gamblang menuduh Netanyahu membiarkan pasukan Israel menjadi target serangan Hamas, tanpa strategi yang jelas atau perlindungan maksimal dari negara.
“Tidak seorang pun mengerti lagi apa yang kita dapat dari semua ini,” imbuhnya, menyindir arah kebijakan militer Netanyahu.
Kritik dari Keluarga Tentara dan Publik
Serangan Hamas yang menghancurkan kendaraan lapis baja berisi pasukan Israel pekan ini menjadi pemicu utama kemarahan publik. Serangan yang dilakukan Brigade Izzuddin Al Qassam, sayap militer Hamas, menewaskan tujuh tentara Israel, termasuk seorang perwira. Keluarga korban menuntut pertanggungjawaban langsung dari pemerintah.
Kritik tidak hanya datang dari oposisi dan keluarga korban, tapi juga dari sebagian warga Israel yang menuduh Netanyahu menggunakan perang sebagai alat politik untuk mempertahankan kekuasaan, bukannya mengejar solusi damai atau pembebasan sandera.
Sandera dan Gagalnya Strategi Militer
Lapid menegaskan bahwa prioritas utama saat ini seharusnya adalah pembebasan sekitar 50 sandera Israel yang masih ditahan Hamas, 20 di antaranya diyakini masih hidup. Ia juga menyarankan perubahan pendekatan, termasuk memberi peran kepada Mesir untuk mengelola Gaza serta mengepung Hamas secara ekonomi, bukan dengan menguras tenaga militer secara langsung.
“Kita tak bisa mengalahkan Hamas hanya dengan mengerahkan tentara ke Gaza. Ini butuh strategi, organisasi, dan waktu yang tepat,” ujar Lapid.
Sebelumnya, proposal Lapid agar Mesir mengelola Gaza selama 15 tahun ditolak oleh Kairo pada Februari lalu. Namun, tekanan terhadap Netanyahu kembali mencuat seiring meningkatnya jumlah korban jiwa dari pihak militer dan stagnasi dalam negosiasi pembebasan sandera.
Tekanan Internasional dan Seruan Gencatan Senjata
Kecaman terhadap Netanyahu datang di tengah perhatian global yang kembali tertuju ke Gaza, usai perang besar antara Israel dan Iran selama 12 hari. Dalam situasi yang makin kompleks, mantan Presiden AS Donald Trump bahkan menyebut bahwa gencatan senjata di Gaza "sangat dekat," menambah tekanan agar Israel segera mengakhiri operasi militernya.
Kritik terhadap Netanyahu kini bukan hanya tentang kegagalan strategis, tapi juga menyangkut moral dan tanggung jawab terhadap nyawa tentara yang berada di garis depan. Semakin lama perang berlangsung tanpa hasil jelas, semakin besar pula risiko politik dan sosial yang dihadapi pemerintah Israel di dalam negeri.
Editor: Anton Suhartono