NIAMEY, iNews.id – Junta yang berkuasa di Niger memutuskan untuk mencabut perjanjian militer dengan Amerika Serikat. Perjanjian itu sebelumnya memberikan izin kepada pasukan AS untuk berada di wilayah negara Afrika tersebut.
Keputusan itu menyusul kunjungan para pejabat AS ke Niger pada pekan ini. Delegasi Amerika itu dipimpin oleh Asisten Menteri Luar Negeri AS Urusan Afrika, Molly Phee. Turut pula dalam rombongan itu Komandan Komando AS di Afrika, Jenderal Michael Langley.
Terancam Diinvasi China, Taiwan Borong Senjata AS Senilai Rp185,6 Triliun
Juru bicara pemerintah transisi militer Niger, Kolonel Amadou Abdramane mengatakan, kedatangan delegasi AS di negaranya tidak mengikuti protokol diplomatik yang semestinya. Pemerintah transisi Niger bahkan tidak diberi tahu tentang komposisi delegasi, tanggal kedatangan, atau agenda para pejabat Amerika itu ke Niger.
“Niger menyesali niat delegasi Amerika untuk menolak hak rakyat Niger yang berdaulat untuk memilih mitra dan jenis kemitraan yang benar-benar mampu membantu mereka memerangi terorisme,” ujar Abdramane, seperti dikutip Reuters, Minggu (17/3/2023).
Junta Militer Niger Usir Tentara Prancis, 1.500 Pasukan Akan Mundur Akhir Tahun Ini
Selain itu, kata dia, pemerintah transisi Niger dengan tegas mengecam sikap merendahkan yang disertai ancaman pembalasan dari pimpinan delegasi Amerika terhadap pemerintah dan rakyat Niger.
Tahun lalu, terdapat sekitar 1.100 tentara AS di Niger. Militer AS beroperasi di dua pangkalan di negeri Afrika itu, termasuk pangkalan drone yang dikenal sebagai Pangkalan Udara 201, yang dibangun di dekat Agadez di Niger Tengah dengan biaya lebih dari 100 juta dolar AS.
Junta Militer Niger Usir Dubes AS hingga Prancis karena Tak Mau Dialog
Sejak 2018, pangkalan tersebut digunakan untuk memerangi militan ISIS dan Jama'at Nusrat al-Islam wal Muslimeen (afiliasi al Qaeda di wilayah Sahel Afrika).
Abdramane menuturkan, Pemerintah Niger tidak mengetahui jumlah personel sipil dan militer AS yang berada di wilayah negara Afrika itu, begitu pula jumlah peralatan yang dikerahkan Amerika. Menurut perjanjian yang telah dicabut itu, militer AS juga tidak memiliki kewajiban untuk menanggapi permintaan bantuan apa pun dari Niger melawan kelompok militan.
“Mengingat semua hal di atas, pemerintah Niger, segera mencabut perjanjian mengenai status personel militer Amerika Serikat dan pegawai sipil Departemen Pertahanan Amerika di wilayah Republik Niger,” kata Abdramane.
Kudeta terjadi di Niger pada 26 Juli tahun lalu. Presiden Mohamed Bazoum digulingkan dan ditahan oleh pengawalnya sendiri, dipimpin oleh Jenderal Abdourahmane Tchiani. Sejak merebut kekuasaan, junta Niger—seperti juga penguasa militer di negara tetangga Mali dan Burkina Faso—telah mengusir pasukan Prancis dan Eropa lainnya, dan meminta dukungan Rusia.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku