YANGON, iNews.id – Setiap hari selama tiga bulan terakhir, rata-rata enam atau tujuh keluarga di Myanmar memasang pengumuman atau pemberitahuan di koran-koran milik negara. Isinya cukup membuat terhenyak, yaitu mereka telah memutuskan hubungan dengan putra, putri, keponakan, atau cucu yang secara terbuka menentang junta militer.
Pemberitahuan semacam itu mulai bermunculan di surat kabar Myanmar pada November lalu, setelah Tentara Myanmar mengancam akan mengambil alih properti siapa saja yang menentang kekuasaan junta. Tak hanya itu, militer di sana juga mengancam bakal menangkap orang-orang yang memberikan perlindungan kepada para pengunjuk rasa yang memprotes kudeta sejak setahun lalu.
Trump Sangat Frustrasi dengan Rusia dan Ukraina, Tak Mau Berunding Lagi
Ancaman Tentara Myanmar itu lalu disusul dengan sejumlah penggerebekan di rumah-rumah penduduk yang dituduh berpihak kepada kelompok penentang junta.
Lin Lin Bo Bo, mantan penjual mobil yang bergabung dengan kelompok bersenjata yang menentang junta militer, adalah salah satu dari mereka yang kini tak lagi diakui oleh orang tuanya.
1.500 Orang Tewas di Tangan Junta Militer Myanmar sejak Kudeta Setahun Lalu
“Kami menyatakan bahwa kami tidak mengakui Lin Lin Bo Bo karena dia tidak pernah mendengarkan kehendak orang tuanya,” demikian bunyi pemberitahuan yang disampaikan orang tuanya, San Win dan Tin Tin Soe, di surat kabar pelat merah Myanmar, The Mirror, pada November lalu.
Berdasarkan pantauan Reuters, ada sekitar 570 pemberitahuan seperti itu yang sudah dipublikasikan para keluarga di koran-koran Myanmar sampai hari ini.
ASEAN Segera Gelar Pertemuan Menlu, Bahas Bantuan Kemanusiaan untuk Myanmar
Bo Bo mengatakan, ibunya tak lagi mengakuinya sebagai anak setelah tentara Myanmar mendatangi rumah keluarganya untuk mencarinya. Beberapa hari kemudian, lelaki berusia 26 tahun itu menangis ketika membaca pemberitahuan yang muncul di koran.
“Rekan-rekan saya mencoba meyakinkan saya bahwa keluarga saya tak punya pilihan lain, sehingga terpaksa melakukan itu di bawah tekanan. Tapi tetap saja ini membuat hatiku sangat hancur,” kata Bo Bo, saat berbicara dari perbatasan Thailand-Myanmar, tempat dia tinggal setelah melarikan diri dari kampung halamannya, belum lama ini.
Pertemuan Jokowi dan PM Singapura juga Singgung Masalah Myanmar, Ini yang Disoroti
Saat dihubungi oleh Reuters, orang tua Bo Bo menolak untuk berkomentar.
Infografis 3 Jurnalis Tewas Dibunuh Junta Militer Myanmar sejak Desember Lalu
Menargetkan para keluarga aktivis oposisi memang menjadi salah satu taktik yang digunakan oleh militer Myanmar saat negeri itu dilanda kerusuhan pada 2007 dan akhir 1980-an. Akan tetapi, taktik tersebut menjadi semakin sering digunakan tentara sejak kudeta 1 Februari 2021, menurut laporan kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) di Myanmar.
Salah satu anggota tim advokasi senior di LSM Burma Campaign UK, Wai Hnin Pwint Thon mengungkapkan, saat ini dia melihat lebih banyak pengumuman “pemutusan hubungan keluarga” yang dipublikasikan di koran-koran Myanmar dibandingkan dengan di masa lalu. Menurut dia, fenomena semacam menjadi salah satu cara para keluarga untuk menghadapi tekanan penguasa.
“Anggota keluarga takut terlibat dalam kejahatan. Mereka tidak ingin ditangkap, dan mereka tidak ingin mendapat masalah,” kata Pwint Thon.
Militer Myanmar enggan menanggapi pertanyaan Reuters terkait masalah ini. Namun, dalam konferensi pers pada November lalu, juru bicara junta Myanmar, Zaw Min Tun mengatakan, orang-orang yang membuat pengumuman seperti itu di surat kabar tetap saja masih dapat diperkarakan jika terbukti mendukung oposisi terhadap junta.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku