Parah, Israel Bikin Iklan Pasar-Pasar di Gaza Ramai untuk Tutupi Bencana Kelaparan
MADRID, iNews.id - Pemerintah Israel dilaporkan menggelontorkan dana besar hingga 50 juta dolar AS atau sekitar Rp820 miliar untuk membiayai kampanye iklan digital di berbagai platform internasional. Tujuannya: membantah laporan PBB yang menyebut Jalur Gaza tengah menghadapi bencana kelaparan.
Investigasi Eurovision News bersama Komite Pengecualian Israel mengungkap, kampanye ini digerakkan oleh biro iklan pemerintah Israel, Lapam, dengan kontrak berjalan sejak 17 Juni hingga 31 Desember 2025. Dana terbesar dialokasikan untuk YouTube dan platform kampanye Google Display & Video 360, sementara jutaan dolar lainnya disalurkan ke X, Outbrain, dan Teads.
Salah satu konten utama yang ditampilkan adalah video pasar-pasar Gaza yang tampak ramai serta restoran yang masih buka, untuk membantah penilaian Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang disponsori PBB. Penilaian IPC sebelumnya menyebut masyarakat Gaza berada dalam kondisi kelaparan akut akibat blokade dan perang berkepanjangan.
Video multibahasa itu diunggah di kanal resmi Kementerian Luar Negeri Israel pada hari yang sama saat IPC merilis laporan awalnya. Hasil investigasi mencatat, tayangan tersebut mencapai lebih dari 30 juta penonton dalam waktu singkat, bukan secara organik, melainkan karena promosi berbayar melalui Google Ads di berbagai negara.
Selain menampilkan pasar yang ramai, iklan Israel juga diarahkan untuk meragukan laporan IPC. Bahkan, di sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Belgia, Denmark, Swedia, dan Inggris, hasil pencarian Google dengan kata kunci “kelaparan Gaza” dialihkan ke situs resmi pemerintah Israel.
Temuan ini memperlihatkan, konflik Gaza tidak hanya terjadi di medan perang, tetapi juga di ruang digital. Israel dituding berusaha membentuk opini publik global dengan cara menutupi krisis kemanusiaan di Gaza lewat narasi yang telah dikonstruksi melalui kampanye iklan berbayar.
Pemerintah Israel belum memberikan pernyataan resmi mengenai laporan tersebut.
Editor: Anton Suhartono