JAKARTA, iNews.id - Kebakaran hutan di Indonesia menyebabkan hampir 10 juta anak-anak berada dalam risiko terpapar pencemaran udara. Hal itu diungkapkan PBB, Selasa (24/9/2019).
Kebakaran hebat memicu kabut beracun hingga ke wilayah Asia Tenggara dalam beberapa pekan terakhir. Asap yang ditimbulkan memicu sekolah dan bandara tutup; dan orang-orang berbondong-bondong membeli masker serta mencari obat untuk penyakit pernapasan.
Seteru Memanas, Negara NATO Kerahkan 5 Jet Tempur di Dekat Rusia
Indonesia mengerahkan puluhan ribu personel dan pesawat pengebom air untuk mengatasi kebakaran.
Kebakaran merupakan masalah tahunan di Indonesia, namun tahun ini menjadi yang terburuk sejak 2015 karena dipicu musim kering.
Menurut Badan Anak-Anak untuk PBB, UNICEF, hampir 10 juta anak di bawah usia 18 tahun -sekitar seperempat berusia di bawah lima tahun- tinggal di daerah-daerah yang paling parah terkena dampak kebakaran di pulau Sumatra dan Kalimantan.
Anak-anak kecil sangat rentan karena sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna, sementara bayi baru lahir dari ibu yang terpapar polusi selama kehamilan dikhawatirkan memiliki berat badan rendah atau lahir prematur.
"Kualitas udara yang buruk adalah tantangan yang berat dan terus berkembang bagi Indonesia," kata Debora Comini dari UNICEF, seperti dikutip AFP, Selasa (24/9/2019).
"Setiap tahun, jutaan anak menghirup udara beracun yang mengancam kesehatan mereka dan menyebabkan mereka bolos sekolah, mengakibatkan kerusakan fisik dan kognitif seumur hidup."
Ribuan sekolah ditutup di berbagai wilayah Indonesia lantaran kualitas udara yang buruk.
Sekolah-sekolah di Malaysia juga terpaksa ditutup pekan lalu karena kabut asap tebal menutupi langit, sementara Singapura juga diselimuti kabut asap saat balapan motor Formula One pada akhir pekan.
Namun kualitas udara meningkat lebih baik di Malaysia dan Singapura Selasa, dan langit lebih cerah.
Kebakaran hutan 'merajalela' di seluruh dunia, dari Amazon hingga Australia, dan para ilmuwan semakin khawatir tentang dampaknya terhadap pemanasan global.
Layanan Pemantau Atmosfer Copernicus, bagian dari program pengamatan Uni Eropa, menyebut kebakaran tahun ini di Indonesia melepaskan karbon dioksida ke atmosfer hampir sama banyaknya seperti kebakaran 2015, yang terburuk selama dua dekade.
Dari awal Agustus hingga 18 September, api mengeluarkan sekitar 360 megaton gas rumah kaca, dibandingkan dengan 400 megaton selama periode yang sama empat tahun lalu. Satu megaton setara dengan satu juta ton.
Pada puncak krisis 2015, kebakaran memancarkan lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfer setiap hari daripada seluruh aktivitas ekonomi di Amerika Serikat (AS).
Editor: Nathania Riris Michico
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku