Pejabat Saudi Sebut Pemimpin ISIS Al Baghdadi Rusak Citra Islam, Puji Serangan AS
RIYADH, iNews.id - Arab Saudi memuji serangan yang dilakukan pasukan khusus Amerika Serikat (AS) terhadap militan ISIS di Provinsi Idlib, Suriah, Sabtu (26/10/2019), yang menewaskan sang pemimpin Abu Bakar Al Baghdadi.
Apa yang dilakukan Al Baghdadi selama ini, yakni tindak kekerasan, dinilai oleh Arab Saudi mencemarkan agama Islam.
"Kerajaan mengapresiasi upaya pemerintahan AS untuk memburu anggota organisasi teroris ini yang telah merusak citra Islam sebenarnya dengan melakukan kekejaman dan kejahatan," kata sumber kementerian luar negeri Saudi, seperti dilaporkan Saudi Press Agency (SPA), Senin (28/10/2019).
"Arab Saudi bersama sekutu, terutama Amerika Serikat, terus melanjutkan upaya dalam memerangi terorisme," ujarnya, menambahkan.
Presiden AS Donald Trump pada Minggu malam WIB mengumumkan Al Baghdadi tewas dalam serangan pasukan khusus. Namun pria 49 tahun asal Irak itu tewas karena meledakkan diri menggunakan rompi bom yang dikenakannya setelah terdesak di sebuah terowongan, bukan akibat tembakan pasukan.
Trump juga mengatakan banyak militan ISIS yang ikut terbunuh dalam serangan itu, termasuk tiga anak dan tiga pembantu dekat.
ISIS telah merebut sebagian Irak dan Suriah sejak 2014 untuk mendirikan negara sendiri. Namun upaya ISIS diakhiri pada Maret 2019, setelah pasukan koalisi yang dipimpin AS merebut kembali semua daerah yang diduduki tersebut. Sejak itu militan ISIS berpencar di daerah perbatasan antara Irak dan Suriah atau kembali ke negara asal.
Penyerangan ini tak lepas dari peran intelijen Irak yang telah mengetahui posisi Al Baghdadi di Idlib sejak 5 bulan lalu. Informasi itu lalu dilanjutkan ke Badan Intelijen Pusat AS (CIA).
Menurut sumber pejabat keamanan Irak, seorang bekas pembantu dekat Al Baghdadi, Ismaeel Ethawi, yang membantu melacak keberadaan Al Baghdadi.
Dari Ethawi, intelijen mengetahui kebiasaan Al Baghdadi dan para komandannya. Mereka terkadang melakukan pembicaraan strategi di minibus yang mengangkut sayur mayur untuk menghindari deteksi petugas.
"Ethawi memberikan informasi berharga yang membantu agen keamanan Irak menyelesaikan potongan-potongan yang hilang dari teka-teki pergerakan Al Baghdadi dan tempat-tempat persembunyiannya dulu," kata sumber itu.
Ethawi merupakan memegang gelar doktor bidang sains Islam dan dianggap oleh pejabat intelijen Irak sebagai salah satu dari lima pembantu Al Baghdadi. Dia sempat bergabung dengan Al Qaeda di Irak pada 2006 lalu ditangkap oleh pasukan AS pada 2008 dan menjalani hukuman penjara selama 4 tahun. Setelah bebas, aktivitas Ethawi tetap tak jauh dari kelompok militan.
Dia kembali ditangkap oleh pasukan Turki pada 2018 lalu diserahkan ke Irak.
Editor: Anton Suhartono