Pemilu Thailand Dimulai, Pertarungan Junta dengan Mantan Penguasa
BANGKOK, iNews.id - Masyarakat Thailand hari ini mendatangi tempat-tempat pemungutan suara di penjuru negeri, Minggu (24/3/2019), untuk menyampaikan asipirasi politik mereka dalam pemilu.
Ini merupakan pemilu pertama sejak kudeta militer pada 2014. Untuk itu, tingkat partisipasi publik pada pemilu kali ini diperkirakan lebih tinggi dari sebelumnya.
Dalam kesempatan langka, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn menyampaikan pesan kepada masyarakat sebelum TPS-TPS dibuka. Dia berharap masyarakat mengikuti pesta demokrasi, sambil tetap memupuk persatuan dan menghindari konflik.
Pemilihan kali ini merupakan pertarungan antara junta militer dengan para sekutunya melawan mesin politik mantan penguasa Thaksin Shinawatra.
Wakil junta yang diisi oleh calon petahana Prayut Chan O Cha berusaha mempertahankan singgasana melawan koalisi partai antijunta yang dipimpin Partai Pheu Thai. Prayut berkuasa sejak 2014 setelah melengserkan adik Thaksin, Yingluck.
Pheu Thai diperkirakan akan memberikan perlawanan sengit. Partai itu dan koalisinya membutuhkan 376 kursi majelis rendah agar bisa memimpin suara mayoritas.
Namun partai pendukung junta militer Phalang Pracharat lebih duntungkan dengan posisi mereka di Senat. Dengan suara Senat di tangan, partai hanya membutuhkan 126 kursi majelis rendah untuk mengamankan mayoritas parlemen.
Pengamat menilai tak sulit bagi koalisi Phalang Pracharat mendapatkan jumlah kursi itu karena dukungan dari aliansi partai-partai kecil.
Terlepas dari ketatnya persaingan, pemilih bertekad menjadi yang pertama memberikan suara mereka setelah bertahun-tahun hak demokrasi mereka dibungkam.
"Orang-orang ingin memilih," kata seorang perempuan yang juga pengusaha, Apiyada Svarachorn, saat memberikan suaranya di sebuah TPS di Bangkok, seperti dikutip dari AFP.
"Kami tidak punya hak untuk memutuskan nasib sendiri selama 5 tahun. Saya sangat gembira dengan pemilihan ini," kata Wasa Anupamnt, seorang dokter berusia 28 tahun.
Thailand merupakan negara monarki konstitusional, tetapi istana memiliki kekuatan yang tidak dapat disangkal dan terlindungi dari kritik maupun hukum.
Sebelum pemilu, Raja membatalkan pencalonan kakak perempuannya, Putri Ubolratana, yang diajukan oleh partai yang didukung Thaksin. Pasalnya, keluarga kerajaan tak lazim duduk di pemerintahan.
Raja menyebut langkah untuk membawa saudara perempuannya ke arena politik sangat tidak pantas, karena monarki seolah-olah berada di atas keributan politik.
Partai pengusungnya kemudian dibubarkan oleh pengadilan.
Editor: Anton Suhartono