Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tegaskan Siap Perang Panjang Lawan Israel
GAZA, iNews.id - Pemimpin Hamas Yahya Sinwar menegaskan kelompok perlawanannya memiliki kemampuan untuk perang panjang melawan Israel. Hamas berperang melawan Israel sejak 7 Oktober atau hampir setahun dalam konflik terbaru ini.
Ini merupakan perang fisik terpanjang antara kedua pihak dan paling mematikan. Sejauh ini Israel telah membunuh 41.200 lebih warga Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Dalam surat yang ditujukan kepada kelompok Houthi Yaman, Sinwar menegaskan Hamas telah mempersiapkan diri untuk perang yang melelahkan.
Dia juga mengancam Israel, kelompok-kelompok yang berpihak kepada Iran di Gaza serta lokasi lain di kawasan, termasuk Lebanon dan Irak, akan mematahkan kemauan politik rezim Zionis.
"Upaya gabungan kami dengan Anda (dan bersama kelompok-kelompok di Lebanon dan Irak) akan mematahkan musuh dan mengalahkannya," kata Sinwar, seperti dilaporkan kembali AFP, Selasa (17/9/2024).
Sinwar memuji serangan rudal balistik hipersonik Houthi yang mengejutkan Israel pada Minggu (15/9/2024). Rudal itu mampu mencapai wilayah terdalam Israel yang memicu kepanikan, tanpa bisa dicegat oleh sistem pertahanan.
Pejabat senior Hamas Osama Hamdan sebelumnya mengatakan, kelompoknya memiliki kemampuan tinggi untuk melanjutkan pertempuran meski anggotanya banyak yang gugur. Dia menegaskan Hamas memiliki pola perekrutan sehingga tak kekurangan personel.
Pernyataan Hamdan itu sekaligus menepis pernyataan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant yang menyebut kekuatan militer Hamas telah hancur.
Sementara itu perpecahan di internal pemerintahan Israel semakin kentara. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan akan memecat Gallant menjelang rencana serangan besar-besaran ke Lebanon.
Bukan rahasia lagi, Netanyahu dan Gallant kerap berselisih pendapat soal perang di Gaza maupun melawan kelompok Hizbullah Lebanon.
Gallant memperingatkan prospek untuk menghentikan pertempuran dengan kelompok Hizbullah semakin meredup. Dia berkali-kali menegaskan pendekatan diplomatik harus dikedepankan melawan Lebanon, bukan kekuatan militer.
Perang dengan Hizbullah hanya akan membuat konflik meluas karena sangat besar kemungkinan Iran akan ikut campur.
Editor: Anton Suhartono