Pengerahan Pasukan Tambahan Rusia ke Ukraina Picu Cemoohan, Belanda: Kremlin Panik!
KIEV, iNews - Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memobilisasi cadangan militer sekaligus mengadakan referendum di wilayah Ukraina yang diduduki justru memicu cemoohan sejumlah negara. Mayoritas mereka menyebut Rusia telah gagal dalam invasinya.
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte pada Rabu (21/9/2022) mengatakan perintah mobilisasi Rusia adalah tanda kepanikan di Kremlin. Makanya tidak boleh dianggap sebagai ancaman langsung perang penuh dengan Barat.
"Mobilisasi, menyerukan referendum di Donetsk, itu semua merupakan tanda kepanikan. Retorikanya tentang senjata nuklir adalah sesuatu yang telah kami dengar berkali-kali sebelumnya, dan itu membuat kami tak tertarik," kata Rutte kepada penyiar Belanda NOS.
Dia menegaskan, langkah Rusia itu merupakan bagian dari retorika yang telah diketahui.
"Saya menyarankan untuk tetap tenang," katanya.
Selain itu, Duta Besar AS untuk Ukraina, Bridget Brink juga mengatakan Rusia telah menunjukkan kelemahan dengan langkah yang diambil tersebut.
"Referensi dan mobilisasi palsu adalah tanda-tanda kelemahan, kegagalan Rusia," kata Brink di Twitter.
Dia juga kembali menegaskan, AS tidak akan pernah mengakui klaim Rusia yang konon mencaplok wilayah Ukraina.
Selain Brink, cemoohan juga datang dari Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace. Dia mengatakan mobilisasi pasukan oleh Rusia dalam konflik Ukraina adalah pengakuan Putin bahwa invasinya gagal.
"(Putin) dan Menteri Pertahanannya telah mengirim puluhan ribu warga mereka sendiri ke kematian, tidak diperlengkapi dengan baik dan dipimpin dengan buruk," kata Wallace dalam sebuah pernyataan.
"Tidak ada jumlah ancaman dan propaganda yang dapat menyembunyikan fakta bahwa Ukraina memenangkan perang ini, komunitas internasional bersatu dan Rusia menjadi paria global," katanya.
Sebagai informasi, dalam pidato di televisi, Putin meneken dekret mobilisasi militer parsial untuk mengerahkan pasukan cadangan ke Donbass, Ukraina. Ini merupakan mobilisasi militer pertama yang dilakukan Rusia sejak Perang Dunia II.
Menurut Putin, Barat tak ingin negaranya dan Ukraina berdamai, bahkan ingin menghancurkan Rusia.
Negara Barat, lanjut dia, juga terlibat dalam 'pemerasan nuklir', namun Rusia punya banyak senjata untuk membalas. Untuk ancaman yang satu ini Putin menegaskan dirinya tidak cuma menggertak.
"Jika integritas teritorial negara terancam, kami menggunakan semua cara yang ada untuk melindungi rakyat, ini bukan gertakan," kata Putin.
Dia juga mengatakan, mobilisasi militer parsial, yakni mengerahkan 300.000 personel pasukan cadangan, bertujuan untuk mempertahankan Rusia dan wilayahnya.
“Untuk melindungi tanah air, kedaulatan, saya merasa perlu untuk mendukung keputusan Staf Umum mengenai mobilisasi parsial,” katanya, dikutip dari Reuters.
Dia pun menegaskan kembali tujuan operasi militer khusus Rusia di Ukraina yakni membebaskan Donbass di Ukraina timur. Menurut Putin, sebagian besar penduduk Donbass, meliputi Donetsk dan Luhansk, tidak ingin kembali dalam penindasan kelompok neo-Nazi Ukraina.
Editor: Umaya Khusniah