Percobaan Kudeta Gagal, Krisis Venezuela Kembali Memanas
CARACAS, iNews.id - Krisis di Venezuela kian memanas seiring pertikaian politik antara Presiden Nicolas Maduro dan pemimpin oposisi Juan Guaido meningkat menjadi ketegangan di antara faksi militer pendukung.
Pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, menyerukan serangkaian aksi demonstrasi sebagai bagian dari kampanye untuk memaksa Presiden Nicolas Maduro untuk melepaskan kekuasaan. Dia mengatakan akan ada aksi protes setiap hari sampai Venezuela bebas.
Guaido berbicara kepada ribuan pengunjuk rasa yang kembali ke jalan-jalan, sehari setelah upaya untuk melakukan pemberontakan militer gagal.
Di ibu kota Caracas, bentrokan terjadi dengan polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet, sementara pengunjuk rasa menyerang kendaraan lapis baja dengan batu dan bom molotov.
Di tempat lain di kota itu ada demonstrasi pro-pemerintah.
Apa yang terbaru?
Berbicara kepada para pendukungnya di Caracas, Guaido menyebut protes itu merupakan proses yang tidak dapat diubah dan berjanji melanjutkan demonstrasi setiap hari untuk mencapai kebebasan.
"Kita berada di jalur yang benar, tidak ada jalan untuk kembali," katanya, seperti dilaporkan BBC, Kamis (2/5/2019).
Dia juga mengatakan akan ada serangkaian aksi mulai Kamis (2/5) dan akan memuncak menjadi aksi protes besar-besaran.
Media lokal melaporkan adanya tembakan di Altamira, sebuah lingkungan di Caracas timur di mana oposisi secara teratur berkumpul.
Ada juga bentrokan di jalan raya dekat pangkalan udara di timur ibu kota, dengan pengunjuk rasa mengendarai van melalui pagar pembatas.
Garda Nasional yang mengendarai sepeda motor menembakkan gas air mata ke arah para demonstran. Beberapa demonstran melempar batu, sementara yang lain terlihat membuat bom molotov.
Demonstrasi terjadi di 23 negara bagian Venezuela serta di Caracas, kata LSM dan media lokal.
'Percobaan Kudeta' yang gagal
Sebelumnya, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan telah mengalahkan "percobaan kudeta" oleh pemimpin oposisi Juan Guaido.
Puluhan Garda Nasional memihak oposisi dalam bentrokan pada Selasa (30/4) yang melukai lebih dari 100 orang.
Namun dalam pidato yang disiarkan di televisi, Presiden Maduro mengatakan Guaido gagal membuat militer menentangnya.
Guaido bersikeras Maduro kehilangan kendali atas angkatan bersenjata. Dia menyerukan lebih banyak aksi demonstrasi di jalan.
"Hari ini kita lanjutkan," cuit Guaido, melalui akun media sosial twitter.
"Kami akan terus berjalan dengan kekuatan lebih dari sebelumnya, Venezuela."
Guaido diakui sebagai pemimpin sementara Venezuela oleh lebih dari 50 negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sebagian besar negara Amerika Latin.
AS mengulangi dukungannya untuk Guaido pada Rabu (1/5), ketika Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menegaskan aksi militer dilakukan jika diperlukan.
Namun Maduro, yang didukung oleh Rusia, China, dan pejabat tinggi militer negara itu, menolak menyerahkan kepemimpinan kepada saingannya.
Apa yang dikatakan Maduro?
Dalam pidatonya di televisi, diapit oleh komandan militer, Maduro menuduh para pengunjuk rasa melakukan kejahatan berat, yang menurutnya "tidak akan luput dari hukuman".
Baik Maduro dan Guaido meminta para pendukung mereka untuk turun ke jalan, menyiapkan lebih banyak potensi kerusuhan dan kekerasan di negara yang sudah dilanda krisis ekonomi, pemadaman listrik kronis, dan kekurangan pangan yang meluas.
Maduro juga kembali menyerang AS, yang dia tuduh berkomplot melawannya. Dia menolak klaim oleh AS bahwa dia memiliki pesawat yang siap di landasan untuk membawanya ke Kuba, negara pendukung setia presiden yang terkepung itu.
Apa yang terjadi pada Selasa lalu?
Sebuah video berdurasi tiga menit yang dirilis pada dini hari Selasa (30/4) menunjukkan, Guaido berdiri bersama sejumlah pria berseragam militer. Dia mengumumkan bahwa dirinya mendapat dukungan "tentara pemberani" di ibu kota, Caracas.
Dia mendesak orang-orang Venezuela untuk bergabung dengan mereka di jalan-jalan, dan muncul bersama pemimpin oposisi lainnya, Leopoldo Lopez, yang menjadi tahanan rumah sejak 2014.
Para pendukung di kedua pihak kemudian berkumpul di berbagai tempat di Caracas sepanjang hari, dan ada bentrokan antara pendukung Guaido dan kendaraan militer bersenjata.
Para pengunjuk rasa juga terlihat melemparkan batu, yang kemudian dibalas dengan gas air mata.
Bentrokan pada Selasa ini menandai episode paling ganas dari krisis politik Venezuela tahun ini. Para pejabat kesehatan Venezuela mengatakan, 69 orang terluka dalam bentrokan itu, termasuk dua orang dengan luka tembak.
Bagaimana reaksi komunitas internasional?
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau kedua belah pihak untuk menghindari kekerasan.
Sementara itu, AS menegaskan kembali dukungannya untuk Guaido. Dalam sebuah wawancara televisi pada Rabu (1/5), Pompeo mengatakan AS akan lebih memilih transisi kekuasaan secara damai tetapi menyatakan bahwa aksi militer tetap menjadi opsi utama.
"Jika itu yang diperlukan, itulah yang akan dilakukan Amerika Serikat," kata Menlu AS.
Presiden AS Donald Trump sendiri mengatakan sedang memantau peristiwa di Venezuela sangat dekat dan menyebut AS berdiri dengan rakyat Venezuela dan kebebasan mereka.
Dia juga mengancam akan menerapkan sanksi tingkat tertinggi dan embargo penuh terhadap Kuba jika militernya tidak segera menghentikan dukungannya kepada Maduro.
Sementara itu, Rusia memperingatkan AS akan apa yang disebutnya sebagai tindakan agresif. Rusia menyebut tindakan AS di Venezuela dapat memiliki konsekuensi yang mengerikan.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan kebijakan AS di Venezuela adalah pelanggaran hukum internasional.
Pemerintah yang masih mendukung Maduro, termasuk Bolivia dan Kuba, mengecam upaya Guaido sebagai upaya "kudeta".
Pemerintah Meksiko menyatakan keprihatinan tentang kemungkinan peningkatan kekerasan, sementara Presiden Kolombia Ivan Duque mendesak militer Venezuela untuk berdiri melawan Maduro.
Pertemuan darurat Kelompok Lima negara-negara Amerika Latin dijadwalkan digelar Jumat (3/5).
Editor: Nathania Riris Michico